Langsung ke konten utama

"Behind The Mirror" Chapter 2


Tak lama kemudian bel tanda habisnya istirahat berbunyi. Mereka bertiga pergi beranjak dari tempat mereka duduk. Kini mereka harus pergi ke kelas musik. Desiran angin hari itu mengiringi langkah kaki mereka bertiga. Dingin. Ya, kota itu kini telah memasuki musim penghujan.
Krieett..., suara decitan pintu ruangan musik menggema di seluruh ruangan. Mendandakan ada seseorang yang sedang memasuki ruangan itu. Dia adalah Mrs. Lola Puffy guru seni musik yang baru tahun ini mengajar di sekolah ini. Tanpa panjang lebar, para murid langsung disuruh untuk mengambil alat musik yang ingin mereka pelajari.
Tak terkecuali dengan Aline dan kawan-kawan. Aline memilih untuk mengambil biola putihnya yang selalu di titipkan di ruang musik itu. Lia pun sama, hanya Ica yang memilih untuk bermain piano.
“Aku, ambil biolaku dulu ya ?” Pamit Aline dan Lia pada Ica, yang sudah terduduk di kursi pianonya.
“Nah, anak-anak, kita akan mempelajari suatu permainan orkestra musik, dan kita akan memainkan lagu Canon in D major.” Jelas Mrs. Lola.
“Canon in D Major ?, anda belum memberikan materi itu pada kami.” Jelas seorang pria keturunan cina berkacamata.
“Ah..., mungkin kalian lupa, kemarin aku sudah memberikan materi itu pada kalian, hanya saja kalian tidak tahu kalian sedang memainkan lagu apa, iya kan ?” Balas Mrs. Lola, setelah Mrs Lola menjelaskan panjang lebar tentang materi itu, murid-murid pun disuruh untuk mengambil partiture Canon In D major di Almari penyimpanan.
“Hmm...Canon In D ya ?, aku sangat suka lagu ini.” Kata Aline.
“Ya, aku juga.” Kata Lia sembari bersiap untuk memainkan biola yang sudah ada di tangannya.
Setelah semua bersiap dengan alat musik masing-masing Mrs. Lola mulai mengkomandani jalannya orkestra. Ketika ayunan stick menunjukkan tempo ¾  semua langsung mengikuti.
Suara dentingan piano yang sangat merdu, suara flute dan oboe yang tak kalah indahnya, gesekan violin dan celo yang sangat merdu dan klasaik, serta suara petikan gitar yang menambah harmonisnya alunan melodi itu. Semuanya bersatu padu untuk membentuk suatu melodi yang indah dan harmonis.
Ketika melodi itu selesai di mainakan suara riuhnya tepuk tangan para pemain menghiasi suasana ruang musik kala itu. Setelah memainkan orkes tersebut, hanya wajah cerialah yang nampak di wajah mereka, walau itu hanya latihan belaka.
“Lagu yang bagus, aku ucapakan selamat pada kalian semua.” Kata Mrs. Lola sambil bertepuk tangan.
“Jika kalian mau, kalian akan kutampilkan di acara ulang tahun sekolah nanti, bagaimana ?” Tambah Mrs. Lola.
“Ide yang bagus, aku setuju.” Jawab seorang pemuda berambut pirang, dia adalah teman sekelas sekaligus sahabat Aline, Lia dan Ica.
“Hmm..., baiklah jika kau setuju Ryu, yang lain ?”
“Aku juga.” Kata Aline sembari mengacungkan tangan yang kemudian diikuti oleh teman-teman yang lain.
“Baiklah, kalau begitu, kita akan berlatih keras 2 bulan lagi.” Kata Mrs. Lola.
“Dan sekarang, ku biarkan kalian berlatih musik sendiri, jika kalian tidak bisa, kalian bisa menanyakannya padaku.”
Sesuai perintah dari Mrs. Lola. Murid-murid pun langsung mulai bermain sesuka hati mereka.
aaa
Seusai jam sekolah Aline berserta kedua sahabat karib sekaligus teman sekamarnya langsung pergi melenggang kearah asrama. Namun, sesuatu kala itu telah mengusik pikiran Aline. Ya, sesuatu itu adalah mengenai suara-suara aneh yang selalu menghampirinya semenjak ia ke kamar mandi.
“Um….ca, kupikir kalian pergi saja dulu ke kamar Dini dan Rosa, aku akan menyusul nanti.” Katanya sembari membenahi kerah baju yang dipakainya.
“Baiklah jika itu pilihanmu, kami akan menunggu disana, tapi kau mau apa ?” Tanya salah seorang sahabat sekaligus teman satu kamarnya yang berambut panjang.
“Ah…., aku ingin mengambil biolaku yang kini berada di ruang musik, entah kenapa aku tiba-tiba ingin memainkannya, hehehe, boleh kan ?” Tanya Aline.
“Hmm…, baiklah terserah kau saja.”
Kini kedua sahabatnya itu telah pergi berjalan menjauh meninggalkan Aline yang tengah berdiri di ambang pintu kamar mereka. Beberapa detik kemudian punggung mereka berdua sudah tak tampak lagi oleh Aline. Setelah melihat kedua sahabatnya pergi meninggalkannya. Aline langsung pergi menuju ruang musik. Sinar matahari senja sore itu menerobos masuk ke dalam asrama melalui celah-celah ventilasi yang ada.
5 Menit ia berjalan dari asrma sampailah ia di ruangan seni musik. Sunyi. Itu adalah kesan pertama yang muncul di benaknya kala itu. Mungkin hanya sinar matahari senja yang reduplah yang tengah menemani ia disana. Sebelum ia melagkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan itu. Samar-samar terdengar suara dentingan piano nan merdu.
 ‘Apa ?, suara merdu apa itu ?, kenapa ada orang bermain piano disini ?’ Batinnya dalam hati.
Setelah menimang-nimang pemikirannya, ia pun akhirnya melenggang masuk ke dalam ruang musik dan mengambil tas biola putihnya. Sebelum ia keluar dari sana, ia memutuskan untuk mendekati sumber suara itu. Dilihatnya sesosok anak laki-laki yang di tabraknya tadi pagi yang masih menggunakan seragam sekolah tengah asik memainkan jari-jemarinya di atas tuts hitam dan putih grand piano.
‘Indah sekali, lagu apa ini ?, ini seperti bethoven, ya aku yakin.’ Pikirnya.
Aline pun berjalan mendekati anak yang di tabraknya tadi pagi dan berkata.
“Lagu yang indah, fur elise kah ini ?” Tanya Aline dari balik punggung anak itu.
“Terimakasih, ya kau benar.” Jawabnya sembari menghentikan jari-jemarinya yang tengah asyik bermain piano.
“Boleh aku duduk disini ?” Tanya Aline sambil menunjuk tempat duduk longgar di sebelah orang itu.
“Silahkan.”
“Um…, Aline, aku Aline Devina Alexander.” Jelasnya dengan mengulurkan sebelah tangannya.
Seseorang yang berada di sebelahnya hanya terdiam dan tak memberi respon. Setelah beberapa detik kemudian Aline menurunkan tangannya, dan anak itu pun angkat bicara.
“Cloud, Kraven Cloud Lucis.” Jelas anak itu datar.
“Kau pemain biola, huh ?” Tanya Cloud datar.
“Ya?”
“Kau bisa mengiringiku bermain Canon In D Major ?”
“Tentu saja.” Balas Aline dengan memasang senyuman lebar.
Setelah percakapan singkat itu Aline segera berdiri disamping Cloud dan mengambil biolanya. Setelah Iringan Intro dari sang pianis, Aline pun mulai menggesekkan biolanya. Sebuah perpaduan yang indah antara piano dan biola. Baru setengah permainan. Aline menghentikan permainan biolanya. Cloud yang merasa kaget hanya menatapnya dengan perasaan heran.
Aline segera menurunkan biola yang tengah ia mainkan tadi sembari memegangi kepalanya. Ya, ia merasa kepalanya sangat pusing, pusing sekali. Tidak biasanya ia seperti ini.
“Ah maaf…, aku berhenti tiba-tiba, entah kenapa tiba-tiba saja kepalaku pusing mendadak.”
“Tak apa.”
Karena merasa kepalanya semakin pusing, ia memutuskan untuk segera kembali ke asrama. Selain itu juga waktu sudah semakin sore. Tanpa basa-basi ia langsung berpamitan pada Cloud yang masih terduduk di depan piano.
”Ah…astaga !, kenapa tiba-tiba kepalaku pusing mendadak.” Ungkapnya di koridor kelas 2 yang sepi tak berpenghuni.
Entah ada angin darimana, tiba-tiba suara-suara yang mengganggunya ketika ia berada di kamar mandi dan di kelas datang menghamipirnya lagi. Seolah suara itu ingin mengajak Aline ke suatu tempat. Aline sangat ingin mengikuti asal muasal suara tersebut. Namun, ia segera mengurungkan niatnya untuk mengikuti asal suara tersebut.
“Aline, kami pulang !!!” Seru kedua sahabatnya dari luar pintu kamar.
“Aline, kau kenapa ?, kau sakit ?” Tanya Lia.
“Entahlah, kenapa tiba-tiba saja kepalaku pusing mendadak.”
“Apakah perlu kami ambilkan obat ?”
“Tidak, terimakasih, kalian jangan khawatirkan aku, palingan sebentar lagi juga sembuh, hehehe but, ngomong-ngomong gimana tadi di kamar Dini dan Rosa ?, Apakah PRnya sudah bisa diselesaikan ?” Kata Aline menambahkan.
“Hahaha. Yap !, satu masalah tuntas !, aku yakin besok Bu Yuna tidak akan marah-marah lagi karena membahas soal ini wahahahahah.” Kata Ica Diiringi dengan tawa yang menggelegar.
“Kalau begitu, nanti kalian maukan membantuku, hehehehe.” Sahut Aline dari atas kasur dengan menunjukkan cengiran khasnya.
aaa
Tak terasa, waktu semakin cepat berlalu. Kini sang surya telah menenggelamkan dirinya sejak 30 menit yang lalu. Dan waktu pun telah menunjukkan pukul 18.30. Makan Malam !. Ya, itu merupakan 2 kata yang sangat disukai oleh para penghuni asrama ini. Semuanya berkumpul menjadi satu pada saat makan malam tiba. Mulai dari Kepala sekolah (itu pun kalau hadir), guru, staf, murid-murid dari kelas 1-3, semua berkumpul menjadi satu.
Para murid segera berjalan berbondong-bondong menuju ruang makan yang super luas. Disana sudah tersedia meja makan yang super panjang menyerupai meja-meja makan yang ada di film “Harry Potter”. Tak hanya itu, makanan yang di sajikan pun beragam. Para murid bebas mengambil pilihan makanan mereka di meja khusus sajian makanan. Sungguh makan malam yang luar biasa.
Ini merupakan tahun pertama yang istimewa bagi Aline dan ke-2 kawannya berada di ‘Boarding School’ ini. Mereka bertiga pun melangkahkan kakinya menuju sebuah meja dimana kelompok kelasnya berada, dan segera membuang pantat mereka masing-masing diatas kursi kayu yang sudah tersedia. Setelah sang kepala sekolah memimpin doa, mereka pun langsung menyantap hidangan yang ada dengan buasnya.
‘Bukankah itu Cloud ?, kenapa dia tidak ikut makan ?, apakah…..’ Belum sempat ia mengucapkan kata terakhir di pikirannya, Ica sudah menyenggol lengan Aline dan berkata.
“Hey !, ada apa Al ?, kau sedang melihat apa ?” Tanya Ica yang sedang menelusuri pandangan temannya ke arah pintu masuk ruang makan.
“Hehehe, tidak hanya saja…..” Belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, Aline pun kaget ketika ia menolehkan kepalanya ke arah pintu masuk. Betapa kagetnya ia ketika tanpa disadari Cloud sudah menghilang dari pandangan.
“Hanya saja apa ?” Tanya Ica lagi.
“Ah hahaha tidak, tidak jadi.” Katanya sambil menolehkan kepalanya lagi ke arah mereka ber-2.
Ketika semuanya sedang asyik-asyiknya melahap makanan mereka dengan buasnya. Aline memilih untuk memutar ulang kejadian tadi. Ia mencoba untuk mengumpulkan semua memori yang ada untuk segera diputar dalam kepalanya.
‘Aneh…aneh sekali, Cloud, kenapa ia tidak mengikuti makan malam ini ?, sebenarnya siapa dia ?’ Pikirnya.
“Hey Aline….haloo…, kau sedang melamun ya ?” Tanya Lia sembari melahap makanan yang masih ada di mulutnya.
“Ah tidak kok !, hehehe.” Katanya sambil menggaruk belakang kepalanya yang tentu saja tidak gatal.
“Hah !, kau ini aneh sekali. Cepat segera habiskan makanan mu !, kita harus cepat-cepat mengerjakan tugas kita.” Jelas Ica yang masih berusaha menghabiskan jatahnya.
“Huh, aku sudah selesai dari tadi malah, dan kau tahu, aku menunggu kalian !” Jawab Aline ketus dan menjulurkan lidah seraya mengejek ke arah mereka ber-2.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Papua ??? Yes, We Have Batik

Papua ??? Yes, We Have Batik by : Huwaida Najla Alaudina Hi guys, you met me again here, and of course with a lot more to know with me. Now, I would like to tell you about an interesting story about Papua. Well, you know about Papua, don’t you?. I believe all of you will nod your head, right ?. Ok, just to remind you. Papua is the largest province of Indonesia,  located in the center of the Papua island or the eastern part of West New Guinea (Irian Jaya). Eemmh… don’t you know that actually Papua has so many cultures ?. And one of them is Batik. Moreover, UNESCO has even declared Batik as an object of cultural heritage produced by Indonesia. So,  batik is not only  from Java island but also from the rest of Indonesia. We can find various kinds of Batik. Even Papua itself also has Batik as its cultural heritage. So, what is so distinctive of Papua’s Batik and that of  other ethnical batik ?. Ok, here I’ll tell you. It is clear enough that Papua’s Batik has different char

"Behind The Mirror" Chapter 5

aaa ”Em...Ica, Lia, aku ingin bicara sebentar pada kalian berdua.” Kata Aline tiba-tiba pada mereka berdua. ”Hn...katakan saja, nyam..nyam...” Balas Ica sembari mengunyah makanannya. ”A..., kau tahu entah kenapa akhir-akhir ini ada serentetan kejadian aneh yang menimpaku. Seperti....” Katanya terpotong oleh Lia. ”Seperti apa ?” Sahut Lia menerobos kalimat-kalimat Aline. ”Seperti, aku bermimpi tentang sesuatu yang sangat aneh sekali, dan dimimpiku aku bisa mengeluarkan api dari tubuhku. Dan keesokan harinya aku bisa mengeluarkan api itu, dan kau tahu kejadian 2 hari yang lalu ketika aku ada di lab kimia ?” ”Ya..., aku ingat tiba-tiba kertas yang ada di tanganmu terbakar kan? dan kupikir itu adalah sebuah kecelakaan biasa karena adanya reaksi kimia dari spiritus dan alkohol.” Kata Ica menambahkan. ”Eh, tunggu tapi bukankah pada saat itu, posisi Aline tidak berada di meja percobaan ?, diakan berada di meja di depan meja percobaan, dan dia sedang menulis, kan ?” Kata Lia b

Sebuah Kehidupan di Kolong Jembatan

Sebuah Kehidupan Di Kolong Jembatan By : Huwaida Najla Alaudina  Apakah kalian tahu bahwa sesungguhnya dunia ini begitu kejam, dan apakah kalian tahu bahwa disektar kalian masih banyak sesorang yang kelaparan dan sakit-sakitan. Mungkin kalian masih berpikir, bahwa dunia itu kini sudah tidak ada. Dan ya, memang seharusnya dunia yang seperti itu memang tidak ada. Tapi tidak bagi segelintir orang yang hanya memikirkan harta dan kekayaan dan tidak peduli dengan orang-orang disekitar. Kurasa itu sungguh amat sangat kejam. Aku ingin kalian tahu bahwa aku memang hidup di dunia seperti itu. Aku bukanlah seseorang yang beruntung seperti kalian yang hanya bisa mengandalkan uang dari orangtua dan menghambur-hamburkannya. Kalian tahu, betapa mirisnya sebuah kehidupan yang harusku jalani, mungkin kalian akan menganggap bahwa sebuah dunia yang aku tinggali bersama keluargaku merupakan sebuah dunia yang tidak layak. Dan memang kenyataannya seperti itu, aku tinggal di sebuah kolong jembatan