Langsung ke konten utama

Winter Spring Chapter 1

Winter Spring

by :
Huwaida Najla Alaudina


Hembusan angin bertiup cukup kencang di luar ruangan itu. Hingga mampu menggerakan cabang-cabang besar dari Pohon Mahoni. Sehingga membuat sebuah suara perpaduan yang khas antara gesekan ranting-ranting pohon dengan jendela kaca itu.
Terlihat seorang gadis berambut coklat sebahu tengah menopang dagunya dengan sebelah tangannya. Matanya memandang lurus kedepan. Seolah melihat cuaca yang tengah mendung dan sedikit membawa suasana kelabu bagi lingkungannya. Dengan menenteng sebuah biola kesayangannya ia menghembuskan nafasnya di depan kaca jendela itu. Sehingga membentuk sebuah pola embun yang unik. Ia membiarkan jari telunjuknya meliuk-liuk sempurna diatas media kaca itu. Kemudian terbentuklah sebuah pola gambar sempurna yang berbentuk tetesan-tetesan air hujan.
Sebuah tangan seputih porselen menyentuh bahu sang gadis yang baru saja menggambarkan tetesan-tetesan air hujan pada kaca jendela itu. Wanita berumur sekitar 35 tahunan itu memandang lurus ke arah mata gadis yang ada di hadapannya itu, mencoba mencari kegelisahan tersirat dari mata salah satu muridnya itu.
“Ariana ?, kau baik-baik saja ?” Tanya sang guru pada muridnya.
“Ya, aku hanya sedikit merindukan rumah. Biasanya, disaat hujan seperti ini, ibuku selalu membuatkan teh hangat untuk kami semua.” Jelas Ariana dengan menyandarkan kepalanya pada jendela kaca yang sudah dialiri oleh tetesan air hujan dari luar.
“Tenang saja, sebentar lagi kan liburan. Kau bisa berkumpul bersama lagi dengan mereka. Sekarang, berdirilah dan ayo kita bermain musik untuk menenangkan hatimu. Percaya deh, ini akan membuatmu merasa lebih baik.” Ajak sang guru.
Tangan sang guru pun menggait tangan muridnya dan menuntunnya untuk segera berdiri. Ariana pun mulai melangkahkan kedua kakinya untuk segera mengikuti sang guru yang sudah lebih dulu berjalan.
Gadis itu mulai membaur dengan teman-temannya yang lain. Ada sekumpulan anak yang memegang biola bersamanya. Ada yang membawa seruling. Ada yang membawa xylophone. Dan ada pula seseorang yang memainkan piano. Ketika tangan Miss Sophia mulai membentuk sebuah aba-aba, anak-anak pun bersiap dengan alat mereka masing-masing.
Setelah intro indah dimainkan, serangkain nada-nada itu bersatu padu membentuk sebuah harmoni yang indah. Suara-suara nan merdu itu membaur dengan suara rintik hujan yang jatuh menghujani atap ruang musik tersebut. Musik itu seolah membawa kedamaian tersendiri bagi orang yang mendengarnya. Termasuk Miss Sophia sendiri yang tengah sibuk mengatur jalannya musik, seolah terbawa dengan alunan musik yang dimainkan murid-muridnya.
###
Beberapa orang gadis tengah berkumpul dan bercengkrama bersama di sebuah meja makan kantin. Salah satu dari mereka sedang sibuk memakan-makannya dan dilanjutkan dengan pembicaraan khas wanita. Dari satu topik yang mereka bicarakan bisa menjadi beribu-ribu topik di mulut 1000, seorang yang di ketahui bernama Reika ini.
Beberapa saat kemudian datanglah seorang gadis berambut coklat panjang sebahu dan membawa nampan makanan berisikan satu buah susu kotak, sandwich dan kentang goreng itu datang mendemati mereka ber-5. Ia pun berkata, “Hei, apakah aku melewatkan sesuatu ?”
“Ah, kau ini !, salah sendiri sih sibuk sendiri. Sampai lupa waktu sama kita, iya kan teman-teman ?” Seru seorang gadis berkacamata yang tengah duduk disamping Reika.
“Haha, iya benar. Kau terlalu sibuk dengan konser mu minggu depan, Ariana.” Canda Ika teman sebangku Ariana di kelas.
“Hahaha, iya deh maaf. Boleh kan aku duduk disini ?”
“Tentu saja boleh, emang ini kursi milik siapa sih ?, presiden ?, sampai kamu ga boleh duduk ?, hahaha.” Balas Reika dengan candaannya yang khas.
“Hahaha, ada-ada saja kau ini rei.” Balas Ariana.
Saking sibuknya mereka bercengkrama datanglah segerombolan anak cowok beranggotakan 5 orang tersebut. Dimana salah satunya tergabung dalam group orkestra sekolah bersama dengan Ariana. Siapa lagi, kalau bukan seorang lelaki berambut coklat bertubuh jangkung, berkacamata, serta berparas menawan dan mampu membuat para wanita mabuk kepayang. Ya, lelaki itu bernama Cloud. Ia sungguh sosok lelaki yang sempurna. Pertama, selain ia memiliki IQ di atas rata-rata, ia juga memiliki bakat musik yang luar biasa. Ya, ia adalah seorang pianis terkenal di group orkestra sekolah ini.
Seluruh wanita di kantin langsung mengalihkan pandangan mereka menuju ke arah 5 orang lelaki itu. Tak terkecuali Tiara, sahabat karib Ariana dan kawan-kawan yang biasanya selalu fokus pada makanan, kini teralihkan oleh mereka.
“Whoaa.., aku sangat menyukai Kenny. Astaga, dia itu sungguh imut sekali. Wajahnya masih seperti anak dibawah 5 tahun.” Puji Tiara dengan mata dipenuhi sejuta bintang.
“Astaga, kau ini sungguh kelewatan, tak biasanya kau seperti ini. Giliran lihat, cowok-cowok ganteng matamu langsung menoleh.” Tukas Ariana.
“Memangnya kamu juga tidak ar ?, hm…dulu siapa ya ? yang sangat suka ngliatin si cowok pianis itu ? sampai-sampai dia lupa mana toilet pria dan mana toilet wanita ? ha ?” Balas Reika dengan tertawa.
“Hmm…, benar juga ya. Tapi kupikir, bukankah kamu mendapat jatah berduet dengannya di ajang konser musim dingin di Paris ?, wah beruntung sekali kau.” Sahut Ika
“Astaga, sudahlah. Lupakan !” Seru Ariana.
###
Sebuah alunan merdu piano berdenting indah memenuhi ruangan musik itu. Sesosok lelaki yang sering menjadi buronan para wanita di sekolah ini, tengah memainkan jari-jemarinya di atas tuts hitam dan putih grand piano. Tatapan matanya yang sayu, serta mimik wajahnya yang tenang ketika memainkan piano itu pasti dapat membuat wanita manapun akan pingsan ditempat. Namun tidak untuk kedua orang wanita yang menghampiri Cloud. Ya, mereka adalah Miss. Shopia dan Ariana. Sejenak setelah kedatangan mereka lelaki yang kerap disapa Cloud itu pun menyudahi permainan Bethoven Symphoni 9-nya.
“Apakah aku mengganggumu ?” Tanya Miss Sophia.
“Tentu saja tidak. Ada apa ?” Balas Cloud dengan ekspresi datarnya.
“Apakah kau sudah siap untuk konser duetmu dengan Ariana ?”
“Ya.” Balas lelaki itu singkat.
“Ada 2 lagu tambahan lagi yang harus kalian pelajari. Ini adalah Partiture Moonlight Sonata dan ini adalah partiture Reflection – Christina Aguilera.” Kata Miss Sophia sembari menyerahkan beberapa kertas berisi rangkaian not-not balok musik.
“Aku harap, kalian bisa dengan cepat mempelajarinya. Oke ?” Yakin Miss Sophia.
“Baik, kami pasti bisa miss.” Sahut Ariana sambil menyunggingkan senyuman lebarnya.
Sesasaat setelah Miss Sophia pergi meninggalkan mereka berdua. Ariana mulai mengambil biola putihnya di tempat penyimpanan. Sedangkan Cloud sedang membiarkan jari-jemarinya menari-nari indah di atas tuts-tuts piano. Sekembalinya gadis itu dari ruang penyimpanan, ia segera mendudukkan dirinya di samping pemuda tampan bernama Cloud itu. Diletakkannya biola itu tepat di bawah dagunya. Kemudian di posisikannya stik biola itu tepat di atas senar gesek biola yang ada di tangannya. Lalu, suara baritone milik pemuda disampingnya pun terdengar.
“Kau mau apa ?” Tanya Cloud.
“Tentu aku ingin memainkannya. Lagu Moonlight Sonata kan ?” Balas Ariana.
“Aku tidak bisa memainkannya.” Jelasnya singkat dan datar.
“Apa ? kau serius ?, kau hanya tinggal membaca not-not balok itu saja kan ?” Kata Ariana sedikit jengkel.
“Akan ku coba. Coba kau mainkan suara satunya, aku akan menjadi pengiringya. Kita akan sedikit bermain impovisasi disini.” Jelas Cloud masih tetap menunjukkan ekspresi wajahnya yang datar.
Ariana pun langsung bersiap memposisikan tubuhnya seperti pemain biola profesional. Dari atas tempat duduk itu pun ia menggesek biola itu perlahan sesuai dengan aturan biramanya. Tak luput juga pandangan matanya akan partiture not balok Moonlight Sonata yang ada di hadapannya.
Setelah jari jemari panjang nan indah itu meliuk-liuk sempurna di atas tuts hitam dan putih piano. Ariana mulai menggesek biolanya dan menghasilkan suatu harmoni nada Moonlight Sonata yang sangat indah di dengar. Masing-masing dari mereka sangat menjiwai peran mereka masing-masing dalam memainkan musik. Bahkan orang yang mendengarnya pun langsung dapat merasakan roh lagu yang dimainkan kedua musisi muda itu.
Lagu Moonlight Sonata itu sedikit berbeda dengan lagu sebelumnya yang dimainkan oleh Ludwig Van Bethoven. Di tangan mereka berdua, lagu ini seolah menjadi perpaduan lagu classic – modern. Dimana, sang gadis membawakan permainan biola Moonlight Sonata dengan gaya klasik Ludwig Van Bethoven. Dan sang lelaki berparas rupawan itu, dapat mengimbanginya dengan sedikit sentuhan musik moderen. Pada saat mereka selesai memainkan musik karya Ludwig Van Bethoven itu, terdengarlah suara tepukan tangan seseorang dan berkata “LUAR BIASA !”. Tak lain dan tak bukan itu adalah Miss. Sophia. Ternyata dia memperhatikan mereka sedari tadi.
“Tak salah aku memilih kalian sebagai “Aktor Utama” dalam konser besok. Entah kenapa aku selalu berpikiran, kalian selalu bisa menciptakan sebuah suasana yang berbeda ketika kalian sedang berduet. Dan untuk mu Cloud, kau masih saja seperti dulu. Kau selalu menciptakan musik itu cerminan dirimu sekali. Aku ingin kalian memainkan lagu dengan aransemen yang sama untuk 2 minggu kedepan.” Jelas Miss. Sophia panjang lebar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Papua ??? Yes, We Have Batik

Papua ??? Yes, We Have Batik by : Huwaida Najla Alaudina Hi guys, you met me again here, and of course with a lot more to know with me. Now, I would like to tell you about an interesting story about Papua. Well, you know about Papua, don’t you?. I believe all of you will nod your head, right ?. Ok, just to remind you. Papua is the largest province of Indonesia,  located in the center of the Papua island or the eastern part of West New Guinea (Irian Jaya). Eemmh… don’t you know that actually Papua has so many cultures ?. And one of them is Batik. Moreover, UNESCO has even declared Batik as an object of cultural heritage produced by Indonesia. So,  batik is not only  from Java island but also from the rest of Indonesia. We can find various kinds of Batik. Even Papua itself also has Batik as its cultural heritage. So, what is so distinctive of Papua’s Batik and that of  other ethnical batik ?. Ok, here I’ll tell you. It is clear enough that Papua’s Batik has different char

"Behind The Mirror" Chapter 5

aaa ”Em...Ica, Lia, aku ingin bicara sebentar pada kalian berdua.” Kata Aline tiba-tiba pada mereka berdua. ”Hn...katakan saja, nyam..nyam...” Balas Ica sembari mengunyah makanannya. ”A..., kau tahu entah kenapa akhir-akhir ini ada serentetan kejadian aneh yang menimpaku. Seperti....” Katanya terpotong oleh Lia. ”Seperti apa ?” Sahut Lia menerobos kalimat-kalimat Aline. ”Seperti, aku bermimpi tentang sesuatu yang sangat aneh sekali, dan dimimpiku aku bisa mengeluarkan api dari tubuhku. Dan keesokan harinya aku bisa mengeluarkan api itu, dan kau tahu kejadian 2 hari yang lalu ketika aku ada di lab kimia ?” ”Ya..., aku ingat tiba-tiba kertas yang ada di tanganmu terbakar kan? dan kupikir itu adalah sebuah kecelakaan biasa karena adanya reaksi kimia dari spiritus dan alkohol.” Kata Ica menambahkan. ”Eh, tunggu tapi bukankah pada saat itu, posisi Aline tidak berada di meja percobaan ?, diakan berada di meja di depan meja percobaan, dan dia sedang menulis, kan ?” Kata Lia b

Sebuah Kehidupan di Kolong Jembatan

Sebuah Kehidupan Di Kolong Jembatan By : Huwaida Najla Alaudina  Apakah kalian tahu bahwa sesungguhnya dunia ini begitu kejam, dan apakah kalian tahu bahwa disektar kalian masih banyak sesorang yang kelaparan dan sakit-sakitan. Mungkin kalian masih berpikir, bahwa dunia itu kini sudah tidak ada. Dan ya, memang seharusnya dunia yang seperti itu memang tidak ada. Tapi tidak bagi segelintir orang yang hanya memikirkan harta dan kekayaan dan tidak peduli dengan orang-orang disekitar. Kurasa itu sungguh amat sangat kejam. Aku ingin kalian tahu bahwa aku memang hidup di dunia seperti itu. Aku bukanlah seseorang yang beruntung seperti kalian yang hanya bisa mengandalkan uang dari orangtua dan menghambur-hamburkannya. Kalian tahu, betapa mirisnya sebuah kehidupan yang harusku jalani, mungkin kalian akan menganggap bahwa sebuah dunia yang aku tinggali bersama keluargaku merupakan sebuah dunia yang tidak layak. Dan memang kenyataannya seperti itu, aku tinggal di sebuah kolong jembatan