Behind
The Mirror :
“The Signal Of Two Dragon”
Suatu
kejadian yang mungkin tak akan bisa terlupakan untuknya adalah tentang
kejadian-kejadian aneh beruntun yang sedang menimpa dirinya. Entah mengapa
seolah sesuatu telah merubah dirinya sepenuhnya. Sedangkan sosok yang tengah
mengalami kejadian tersebut hanya bisa terdiam dan berpikir bahwa dirinya
adalah orang aneh.
Dia adalah Aline Devina Alexander. Panggil
saja dia Aline, di setiap malam nan dingin, entah mengapa ia selalu bermimpi
aneh dan itu tampak nyata baginya. Ia seolah berada di sebuah dunia yang sangat
indah, mungkin belum terjamah oleh tangan-tangan kotor manusia, walaupun ia
rasa dunia ini berpenghuni tapi mereka selalu menjaganya dengan
kedamaian.Sebuah cahaya nan terang benderang menuntun langkahnya untuk terus
berjalan mengarungi dunia itu.
’Indah
sekali...’ Begitu batinnya.
‘Semuanya
seolah tertata rapi’.
Tambahnya lagi.
Ia berjalan dan terus berjalan sampai pada akhirnya ia
melihat segerombolan anak seusia dirinya sedang berlatih sesuatu. Mungkin lebih
tetaptnya suatu ilmu beladiri. Kemudian ia berpikir sejenak.
’Apa
yang sedang mereka pelajari ?, tampaknya aku belum pernah melihat ilmu beladiri
semacam itu’
Tiba-tiba suara seseorang pun membuyarkan lamunannya kala
itu.
”Hey !!!, awas !, kau ingin mati ya ?” Teriak lelaki seusia dirinya dari kejauhan.
”Ha apa ?, ada apa ?” Aline pun hanya meresponnya dengan
mulut menganga dan kaget bukan main.
”Jika kau tidak menghindar kau akan terkena angin puyuh
itu.”
”Angin puyuh ?, ja...jadi..itu...” Belum sempat ia
mengucap kata terakhirnya langsung di sambung oleh anak laki-laki berambut pirang
kekuning-kuningan tersebut.
”Ya., mereka sedang mempelajari elemen angin.” Lanjut
anak itu.
Belum sempat ia melanjutkan percakapannya dengan anak
itu, tiba-tiba saja sesuatu mengguyur dirinya dari atas. Sontak saja ia pun
kaget bukan main dan gelagepan setengah mati.
”Hah...hah..astaga apa ini ? Banjirkah, tsunamikah ?, oh
tidak, mati aku !” Teriak dia sembari memutar-mutar tubuhnya ke sembarang arah.
“Dasar bodoh !!!!, ini sudah jam 6 tepat apa kau ini
tidak ke kelas Aline ?” Kata seorang teman sekamar Aline.
“Apa ???, jam 6 ???, seriuskah dirimu ?, kenapa kau baru
sekarang membangunkanku hah !?” Jawab Aline sambil bangun dari tidurnya.
“Hah, kau ini !, masih untung kau ku bangunkan, daripada
tidak ?”
Daripada terus berdebat dengan salah satu sahabatnya ini
Aline memilih untuk mengalah dan langsung pergi ke kamar mandi setelah
membereskan tempat tidurnya yang basah oleh guyuran air sang teman.
“Hah, cepat sekali kau mandi !, sudah ganti baju pula,
haha !” Ejek sahabatnya itu.
”Huh.., katanya kau suruh cepat-cepat, kau ini bagaimana
sih li.”
”Ah iya...iya..., terus kasur mu ?”
”Ah itu, biar nanti pengurus asrama yang menggantinya,
hehe.”
”Kau ini.” Kata Lia teman sekamar Aline.
Jam sudah menunjukkan pukul 06.30 pagi, setelah itu
mereka berdua pergi meninggalkan asrama mereka setelah mengunci pintu kamar
mereka.
Koridor-koridor kelas sudah dipenuhi oleh para murid yang
sibuk berjalan menuju kelas mereka masing-masing. 5 menit sudah Aline dan Lia
berjalan dari asrama menuju kelas mereka. Untung saja mereka kali ini memiliki
kelas kimia, mungkin mereka masih beruntung karena sang guru mengambil jam 7
untuk memulai pelajran.
Kini mereka harus berjalan lagi menuju kelas kimia.
Dengan mempercepat langkahnya dan melihat ke arah jam tangannya terus, tanpa
sadar ia menabrak seorang laki-laki.
’BRUKK...BRAKK’
Buku-buku tebal yang sedang ia bawa pun terjatuh
kelantai. Sontak saja dia langsung mengambil buku-bukunya kembali, begitu juga
dengan anak laki-laki yang ia tabrak tanpa sengaja. Tanpa sadar ia menyentuh
tangan anak tersebut.
”Ah maaf....maaf...aku benar-benar tidak sengaja.”
Katanya sambil menundukan kepalanya berkali-kali.
Tanpa disadari matanya bertemu dengan mata pemuda tadi. Onyx
bertemu dengan rubby yang berwarna
merah semerah darah. Tapi sesuatu
mengganjal di pikirannya.
Di dalam kelas kimia, ia masih saja memikirkan kejadian
tadi pagi. Sesuatu telah mengusik pikirannya. Ia pun terus mengulang-ulang
kejadian itu dalam memorinya. Ketika teman sekelompoknya sedang sibuk-sibuknya
mengerjakan proyek ilmiah mereka. Aline hanya duduk terdiam dan sesuatu
terlintas di pikirannya.
’Ada
yang aneh dengan pemuda itu, ya aku yakin.’ Pikirnya.
’Kulitnya
putih pucat, dan ketika tanpa sadar aku menyentuh tangannya, dingin...sedingin
es, begitu juga dengan matanya.’
Lama ia bergelut dengan pikirannya. Tanpa sadar kertas
proyek yang ia pegang pun tiba-tiba terbakar dengan sendirinya. Lia, rekan
sekelompok sekaligus sahabatnya pun kaget melihat sebuah kobaran api di tangan
sahabatnya itu. Dan semua orang di kelas itu berteriak ke arah Aline, dan
langsung saja Aline pun tersadar dari lamunannya.
”Astaga, Aline !!!, api !!!” Teriak Lia
”Apii !!!, ada apiii !!!” Teriak yang lain.
Aline pun lagsung membuang kertas yang ia sentuh, salah
seorang rekan sekelompoknya langsung mengguyur tangannya dengan air.
’CSSSHH...’
”Aline kau tidak apa-apa ?” Kata Pak Kosuke guru kimia,
dia adalah orang jepang yang mengajar di tempat ini.
”Ah..aku tidak apa-apa.”
Semua mata memandang ke arahnya dengan tatapan heran.
Bagaimana bisa kertas tersebut terbakar dengan sendirinya ?, api darimana ?,
begitulah yang ada di pikiran mereka semua.
”Maaf, aku harus ke kamar mandi sebentar.” Ijinnya pada
Pak Kosuke.
Setelah ia membasuh tangannya dengan air keran kamar
mandi, ia pun melihat ke arah tangannya dan melihat luka bakar yang ada di
tangannya pun hilang tak membekas.
’Aneh.’ Pikirnya.
Kemudian samar-samar ia mendengar sebuah bisikan suara
menggema di seluruh dinding-dinding kamar mandi. Seolah suara itu ingin
mengajaknya ke suatu tempat.
nāk ar mani, pēc šī skaņa, nebaidieties
....
Bulu kudungnya pun dibuat merinding oleh suara tersebut.
Ia kemudian berpikir sejenak, mungkin itu hanyalah firasatnya saja. Ia pun
memutuskan untuk kembali ke dalam kelas kimianya. Tapi sebelum itu ia harus
pergi ke ruang UKS untuk membalut lukanya, walaupun di sana sebenarnya tak ada
luka yang membekas.
’Ya, aku harus membalut tanganku ini dengan perban, jika
tidak, maka teman-teman ku pun pasti akan bertanya-tanya.’ Pikirnya.
Ia segera mempercepat langkahnya menuju ruang UKS dan
meminta perban. Setelah itu Aline memutuskan untuk kembali ke dalam kelasnya.
Namun, ketika ia akan sampai di kelas kimia, suara itu muncul kembali, seolah
suara itu ingin mengajaknya ke suatu tempat. Selain itu, ketika ia menoleh ke
arah koridor sebelah kanan, ia melihat pemuda yang ia tabrak tadi sedang
berdiri dan membaca buku. Sendirian ?. itulah yang ada di dalam benaknya.
’Apa
?, apa yang ia lakukan disini ?, sendirian ?, aneh sekali. Ah apa yang ku
pikirkan aku harus segera kembali ke kelas.’ Batinnya dan segera beranjak pergi dari tempat ia
berdiri semula.
“Aline, kau tak apa kan ?, tanganmu ?” Kata Lia teman
sebangku sekaligus sahabatnya.
“Ah, tidak, aku tak apa kok, lagipula aku sudah membalut
tanganku dengan perban, hehe.” Balas Aline dengan cengiran khasnya.
Keadaan kelas pun sunyi sejenak. Hanya suara decitan
spidol papan tulis yang menghiasai suasana kelas kimia pagi itu. Tak ada anak
yang berbicara di kelas itu, satu pun tak ada, mata mereka hanya menuju pada
tulisan Pak Kosuke di papan tulis dan mencatatnya. Begitupun juga dengan Aline.
Setelah semua selesai mencatat, Pak Kosuke pun langsung menjelaskannya pada
mereka semua. Dan semuanya pun memperhatikan. Ketika Aline sedang memperhatikan
penjelasan Pak Kosuke, suara itu lagi-lagi, datang menghampirinya.
“nāk ar mani, pēc šī skaņa, nebaidieties
....”
‘Hm..suara itu lagi.’ Pikirnya.
“Lia, apa kau mendengarnya ?” Tanya Aline pada Lia teman
sebangkunya.
“Ha...?, apa ?, dengar apa line ?” Balas Lia.
“Suara itu, suara dengan bahasa aneh, kau tidak
mendengarnya ?” Tanya Aline lagi.
Lia pun hanya membalasnya dengan menggelengkan kepalanya.
Perasaan aneh dan merinding menyelimuti hatinya pagi itu. Aline pun hanya bisa
bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Aneh. Kata itu terus saja terulang di
dalam benaknya. Suasana pun kembali hening.
Tanpa terasa 3 jam pelajaran telah mereka lalui, ini
merupakan jam istirahat bagi mereka. Aline, Lia, dan Ica pergi keluar kelas bersama
menuju halaman tengah. Sambil menenteng tas sekolahnya mereka ber-3 berjalan
menuju kesana. Sampai disana mereka memilih untuk duduk di sebuah bangku depan
air mancur sekolah. Hening sesaat.
“Um..., Aline kau tadi kenapa ?” Tanya Ica membuka
pembicaraan.
“Ah itu, entahlah aku sendiri juga tidak mengerti, hehe.”
Balasnya sembari mengeluarkan cengiran khasnya.
“Kau, tau kau tadi hampir membuat jantungku copot.”
Tambah Ica.
“Hehehe, maaf..maaf..”
“Eh, bukannya dia adalah orang yang kau tabrak tadi pagi
Al ?” Kata Lia sembari menunjuk kearah pemuda tersebut.
“Hmm..ya,
astaga lihat dia !, rupanya dia adalah orang yang cukup tenar juga ya ?,
dikelilingi banyak cewek. Tapi, aku gak heran juga sih, pantas saja dia
dikerubungi cewek. Orang dia itu ganteng banget sih.” Celetuk Ica.
“Iya
juga ya, kalau dipikir-pikir dia emang ganteng sih. Wah beruntung banget kamu
lin, bisa bertabrakan dengannya tadi pagi. Tapi tampaknya, dia orang yang cuek
dan dingin, astaga lihat itu, sampai ada cewek yang pingsan segala, lebay
banget sih.” Sahut Lia sembari menunjuk ke arah pemuda yang kini tengah
berjalan menembus lautan siswi perempuan itu.
Komentar