aaa
Menjelang sore, ketiga anak buah dari anak
Medussa tengah pergi menuju Kota Divia dan menangkap Aline. Dengan menggunakan
sebuah pesawat jet super milik sang tuan mereka terbang dengan cepatnya. Tak
lama kemudian pesawat tersebut berhasil mendarat dengan sempurna pada 5 km dari
gerbang Kota Divia.
“Tampaknya ini akan sangat susah sekali untuk
masuk kedalam kota itu.” Kata seorang lelaki yang berpenampilan cool dan
memiliki penglihatan super itu.
“Apa yang sedang kau lihat disana Ray ?”
Tanya seorang gadis yang diketahui bernama Tifa.
“Hn....kulihat kota itu sedang dilindungi
oleh selubung penjagaan tingkat tinggi yang tak kasat mata. Mungkin kita akan
membutuhkan banyak waktu untuk membobol keamanan yang ada.” Jelas Ray panjang
lebar dengan masih mengaktifkan penglihatan supernya.
“Baiklah jika begitu, biarkan aku yang
mengatasinya.” Kata seorang laki-laki berambut putih panjang dan bermata
lavender.
“Baiklah vino, kita serahkan hal itu padamu
!” Seru Tifa pada Vino sembari menepuk bahunya.
Didalam sebuah rumah mewah yang segalanya
terbuat dari besi serta memiliki sebuah program otak pengendali di dalamnya
para anggota Xerro 14 berkumpul. Sembari menunggu datangnya jam makan malam
mereka membicarakan sebuah strategi untuk menyambut kedatangan pasukan Medussa
yang diramalkan akan datang sekitar 2 bulan lagi.
“Bagaimana rencana kita selanjutnya untuk
melawan pasukan Medussa, apakah kita juga akan membutuhkan bala bantuan dari
Endheva Coorporation ?” Tanya seorang lelaki berkacamata dan tampaknya pria ini
adalah seorang keturunan tionghoa.
“Tidak Her, usahakan kita bisa melawan
pasukan Medussa dengan kekuatan kita dahulu, jika kita merasa kekuatan kita
tidak cukup baru kita mengundang pasukan Endheva untuk membantu kita, bagaimana
?” Jelas Zero.
“Kurasa aku setuju denganmu. Dan kekuatan
kita sudah lebih dari cukup untuk melawan mereka. Selain itu kita punya Aline.”
Kata seorang gadis berambut pink yang tengah duduk menyilangkan kakinya diatas
sebuah sofa dan mengarahkan pandangannya kearah Aline. Dan gadis itu diketahui
bernama Hikaru Arigi.
“He ?, apa ?, kenapa kalian semua melihat
kearahku ?” Tanya Aline dengan ekspresi kaget.
“Kami membutuhkanmu Al !, dan aku tahu kau
pasti bisa !, asah terus kemampuanmu !” Kata Hikaru menambahkan.
“Tapi kurasa aku tidak bisa berlatih setiap
hari disini mungkin hanya pada hari sabtu dan minggu saja aku bisa berlatih
disini, karena untuk hari yang lainnya aku harus sekolah.” Jelas Aline.
“Tenang saja Al !, aku sudah membuatkan
sebuah solusi untukmu. Hehehe.” Kata Karin sambil menepuk bahu Aline yang
tengah duduk disampingnya.
Kemudian ditengah perbincangan serius mereka
telfon genggam milik Cloud berdering. Sebuah berita buruk terucap dari seberang
sana. Otomatis itu membuat ekspresi wajah Cloud terkejut.
“Apa kau bilang ?, ada yang mencoba membobol
sistem kemamanan kita ?” Kata Cloud sedikit terkejut. Namun, ekspresi itu tetap saja tidak
terlihat terlalu jelas di wajahnya yang tampan bak pangeran negeri dongeng.
“Iya tuan. Dan aku mendapat kabar dari
kunang-kunang penjaga, salah satu dari orang itu memiliki lambang perguruan
Medussa di tangannya.” Jelas orang yang berada di seberang telfon itu.
“Baiklah, tampaknya kita akan mendapat tugas
baru, dan kau, maaf untuk ini kau tidak bisa ikut, Karin kau tahu maksudku kan
?” Kata Cloud dengan melihat kearah Aline dan Karin.
“Aku mengerti. Ayo Al !, kita harus kembali
ke asrama !” Perintah Karin sambil menarik tangan Aline dan kemudian berlari
menuju cermin portal penghubung antara dunia cermin dan dunia manusia.
Setelah mendengar perintah dari Cloud ketua
dari Xerro 14 mereka semua langsung berpencar dan mencari lokasi dimana para
anak buah Medussa berada. Sedangkan Aline dan Karin, mereka sedang berlari
menunju portal penghubung antara dunia cermin dan manusia. Sesampainya di depan
cermin penghubung dunia manusia dan dunia cermin Karin memerintahkan Aline
untuk segera masuk kedalam cermin. Sebelum Karin memasukkan dirinya kedalam
cermin portal tersebut, Karin mengatakan sesuatu.
“Celare !” Katanya yang dengan menjentikkan
jari telunjuk dan jempol hingga membuat suara ‘Pletak’. Sesaat setelah ia
mengatakan itu dan kemudian masuk ke dalam cermin, cermin itu menghilang dengan
sendirinya.
Ditengah keramaian pusat kota, anak buah
Medussa berhasil masuk dan membobol pertahanan superketat dari Kota Divia.
Selain itu, mereka berhasil untuk tetap merahasiakan kedok mereka dibalik sebuah
jubah dan dengan mengenakan tudung kepala, serta tetap bersikap tidak mencurigakan.
Di lain pihak, para anggota dari Xerro 14
sedang berpencar untuk mencari dimana keberadaan kaki tangan Medussa.
“Hahaha. Ternyata kota ini masih saja seperti
dulu, tetap saja ramai dan tidak berubah.” Kata Vino datar.
“Ya, dan tak kusangka kita berhasil masuk
kemari dengan mudah.” Balas Ray.
“Hm. Ini semua berkat bantuanmu vin !” Seru
Tifa.
“Baiklah sekarang kita harus mencari mulai
dari mana ?” Tanya Ray.
“Kita berpencar.” Kata Vino.
“Baik.” Jawab keduanya sebelum pergi
menghilang entah kemana.
“Sial, kenapa sistem pertahanan kita bisa
ditembus dengan mudah oleh mereka ?” Kata Zero tak percaya.
“Vino. Aku yakin pasti dia yang membobolnya.”
Jawab Heri menambahkan.
“Kau yakin itu dia ?” Tanya Vlouchi.
“Pasti, dulu siapa lagi orang terjenius yang
pernah mengalahkan kepintaran dari seorang professor dari Endheva ? Siapa lagi
kalau bukan dia ?” Jelas Heri pada Vlouchi.
Di tengah kegelapan malam dan di tengah
sepinya suasana taman kota malam itu membuat suasana menjadi mencekam. Derap
langkah ketiga orang yang berjalan menyusuri jalan setapak taman semakin jelas
terdengar. Tak jauh dari sana terlihatlah sesosok wanita tengah duduk di bangku
taman dengan mengenakan jubah panjang dan mengenakan tudung. Cloud, Denis, dan
Feti berhenti sejenak dan melihat sekeliling. Sejauh mata memandang hanya
terdapat 4 orang disana yaitu mereka bertiga dan seorang gadis seumuran mereka
yang tengah duduk tertunduk di bangku taman. Ketika mereka mulai berjalan
mendekati gadis itu. Gadis itu tertawa dalam sunyi.
“Hahahaha. Tampaknya sudah lama sekali kita
tidak bertemu, Xerro 14 !” Kata gadis itu dengan tertawaan yang mencekam.
“Apa, apa maksudmu ? siapa kau ?” Tanya Feti
penasaran.
“Kau tidak mengenaliku ?” Tanya gadis itu
sembari membuka tudung kepala yang menutupinya.
“Tch ! Tifa.” Kata Denis sembari mendecih.
“Hah. Tak disangka kita akan bertemu disini.
Apa kabar dengan kalian semua ? apakah kalian tidak merindukakanku ?” Kata Tifa
basa-basi.
“Untuk apa kami harus merindukan seorang
pengkhianat sepertimu !” Seru Feti dengan mengepalkan tangannya.
“Hm. Dimana anggota baru kalian ?, kenapa
kalian tidak mengajaknya ?” Tanya Tifa.
“Tch ! dasar kau !!!!!” Seru Denis sembari
memberikan kepalan tangannya kearah Tifa. Namun Tifa bisa menghindarinya dengan
gerakan secepat kilat.
“Apa ?” Katanya terkejut.
Kemudian setelah perbincangan basa-basi
tersebut terjadilah pertarungan sengit antara mereka berempat. Setelah
mendapatkan sebuah serangan dari Denis, Tifa pun membalasnya dengan menggunakan
sebuah kekuatan spesial miliknya, yaitu listrik. Seketika itu juga sebuah
listrik menyerupai seperti cambuk diarahkannya kearah mereka bertiga. Namun,
mereka bertiga berhasil menghindar dengan sukses.
Melihat situasi yang tak memungkinkan lagi,
Feti merubah dirinya menjadi ‘Cat Women’, kini cakar-cakar nan tajam tengah
tumbuh dengan sendirinya di tangan Feti. Ia pun langsung menggunakan gerakan
secepat kilat dan selincah kucing, Feti pun mulai menyerang Tifa. Dan itu sukses
membuat kulit tangan kirinya robek.
“Hah. Kau tahu kau itu sungguh menyebalkan !”
Seru Feti sembari menggunakan gerakan ‘Flashnya’ dan menyerang Tifa lagi.
“Hah !, ini sungguh tidak adil, jika kalian
bertiga, maka aku akan bertiga juga !” Seru Tifa sambil mengusap darah yang
tengah mengucur di bibir kirinya.
Setelah itu Tifa membuat sebuah klon dari
dirinya sendiri dengan sekejap mata. Maka, seketika itu juga maka muncullah 5
orang Tifa. Dan itu membuat jumlah Tifa yang sekarang ini menjadi 6 orang Tifa.
Mereka pun akhirnya mengepung Cloud, Denis dan Feti.
“Sial !, kenapa bisa seperti ini !” Umpat
Denis.
“Kalian kaget bukan, huh ?” Tanya ke-6 Tifa
bersamaan.
“Terima ini !!!” Seru dari keenam Tifa sambil
mengeluarkan kekuatan listrik mereka.
Seketika itu juga, sebuah aliran listrik
dahsyat tengah menyerbu mereka bertiga.
Namun, apa yang terjadi ?, ya mereka bertiga berubah menjadi pasir, dan
menghilang entah kemana. Tifa pun dibuat kaget oleh hal itu. Kemudian sebuah
tinjuan Denis dilancarkan kepada salah satu Tifa, dan itu berhasil membuat Tifa
terlontar jauh dan akhirnya menghilang menjadi asap.
“Tch ! palsu.” Katanya mendecih.
Di tengah padang rumput hijau tempat dimana
para anggota Xerro 14 berlatih Hikaru, Zero, dan Andi tengah berhadapan dengan
seorang mantan wakil komandan pasukan penjaga Kota Divia, Ray O’randy. Sebuah suasana nan sunyi
tengah mendera mereka semua yang berada disana. Kini hanya suara desiran angin
dan gesekan ranting pohon sajalah yang menemani mereka.
“Siapa kau ?” Tanya Aero pada sesosok lelaki bertubuh tinggi besar bak seorang
algojo.
“Tidakkah kalian semua mengenaliku ?” Tanya
orang itu basa-basi.
“Apakah kau ini.....” Kata Hikaru yang
kemudian terputus oleh Ray.
“Ya, aku ini adalah mantan wakil komandan
pasukan penjaga kota ini. Ray O’randy.” Jelasnya.
“Kurasa, aku tidak perlu basa-basi lagi
disini. Dimana orang itu ?” Tanyanya lagi.
“Apa ?, apa maksudmu ?, siapa yang sedang kau
cari ?” Balas seorang lelaki berumur sekitar 18 tahunan yang diketahui bernama
Aero.
“Hm....siapa lagi jika bukan anak dalam ramalan itu ?.” Jelas Ray.
“Tch !, aku tidak akan membiarkanmu menangkap
Aline !” Seru Hikaru sembari berlari dan menggunakan kekuatan tanahnya untuk
memukul mundur sang mantan wakil komandan Ray O’randy.
‘BRAAKK !, DUAR !’. Begitulah suara yang
ditimbulkan oleh pukulan tanah Hikaru. Namun, Ray berhasil menghindarinya
dengan mudah dan lincah. Kemudian sang mantan wakil komandan tersebut berdiri
disebuah batuan besar efek dari pukulan Hikaru dan menyeringai kejam ke arah mereka.
Dengan cepat ia sudah berpindah tempat ke arah belakang Hikaru dan mengancam
leher jenjang Hikaru dengan pisau belati yang memiliki ukiran-ukiran indah.
“Apa !?, bagaimana bisa ?” Kata Hikaru
terkaget-kaget.
“Hahaha. Kau pikir kau bisa mengalahkanku
dengan semudah itu, huh ?” Desisnya di sebelah telinga Hikaru. Seketika itu
juga sebuah belati tajam itu menembus leher jenjang Hikaru dengan sekali
tusukan. Namun, sesuatu aneh terjadi. Ya, secara tiba-tiba tubuh Hikaru
menghilang dengan sendirinya dan tubuh Hikaru yang tengah tertusuk belati
tersebut berubah menjadi segumpal tanah liat.
“Sekarang giliranku !” Seru Andi sembari
mengepung Ray dengan menggunakan kloningnya. Dan secara cepat ia menggunakan sebuah ilmu rahasia miliknya. Dari arah atas kepala Ray
seorang dari kloningnya pun menyerang dan meninjunya, sedangkan kloning dirinya
yang berada disisi kanan dan kiri mulai untuk menendang dan meninju Ray. Hingga
hal itu berhasil membuat tubuh Ray terpelanting dan terbang tinggi hingga ke
atas. Dengan mengambil kesempatan itu, Aero menendang dengan kekuatan penuh, hingga Ray terjatuh ke
tanah dan berhasil membuat tanah itu retak.
“Hash...hosh...tampaknya kalian memang tidak
bisa diremehkan, sudah saatnya aku menggunakan kekuatan terbaikku.” Kata Ray
sembari bangkit dari jatuhnya dan mengusap setetes darah yang mengalir di
sebelah bibir kanannya.
Sesaat setelah Ray berhasil bangun dari
jatuhnya, ia menggerakan tangannya kesana kemari seolah membentuk suatu formasi
tarian bak upacara. Ya, dan seketika itu juga desiran angin di padang rumput
kala itu menjadi tak beraturan. Dan sedetik kemudian, kecepatan angin semakin
cepat dan semakin cepat, hingga membuat suatu pusaran angin yang siap menerjang
siapa saja.
“Tch !, ternyata hanya begitu.” Kata Zero
remeh.
Tanpa ragu-ragu lagi, kini angin diseluruh
padang rumput itu tengah menjadi liar dibawah kendali Ray. Dan kini,
angin-angin itu mulai menyerang mereka. Pohon-pohon pun tumbang hingga sampai
ke akar-akarnya. Beberapa kayu-kayu besar pun terbelah menjadi dua, karena
ternyata angin itu juga bisa memotong apa saja yang di sentuhnya. Melihat
kehebatan angin itu Hikaru dan Aero pun hanya melongo heran. Setelah lama berpikir akhirnya
Zero memutuskan untuk menggunakan kekuaran listriknya.
“Hey kalian !, bersiaplah !, aku akan mulai
mengaliri angin-angin ini dengan listrik !, kalian harus berlindung !” Seru
Zero.
“Baiklah.” Sahut Hikaru sembari membentuk
pelindung dari tanah dan membentuk suatu lingkaran besar yang menyelubungi
mereka berdua.
Zero mencoba untuk memanfaatkan keadaan, ia
melihat ke atas awan. Mendung. Begitu pikirnya. Baiklah, ini merupakan situasi
yang menguntungkan untukknya, ia bisa menggunakan awan mendung untuk membuat
listrik cadangannya.
Kini sebuah percikan listrik keluar dari
kedua tangannya. Zero pun mencoba untuk mentransfer listrik itu ke seluruh
angin yang dipakai oleh sang lawan. Dengan konsetrasi penuh ia mencoba.
Seketika itu juga angin puting beliung yang di dalamnya terdapat seorang Ray
sukses teraliri listrik dari sang awan mendung yang menyelubunginya. Tak hanya
itu, kini listri-listrik itu tengah menyebar di seluruh permukaan angin dan
membakar serta merusakkan sekelilingnya.
Sebuah erangan dan raungan kesakitan
terdengar dari dalam angin tornado. Seketika itu juga kekuatan angin tornado
serta angin ribut lainnya menjadi melemah. Satu. Dua. Tiga. Hilanglah
angin-angin yang tegah menyelimuti padang rumput itu. Sesosok orang tengah
kehabisan tenaga dan terengah-engah dari balik sebuah kumpulan asap debu. Ya,
dia adalah Ray. Tampaknya usaha Zero berhasil untuk saat ini. Namun, gara-gara
hal tersebut ia kehabisan tenaganya.
Di pusat keramaian Divia. Sesosok lelaki tengah memakai sebuah jubah dan
mengenakan sebuah tudung kepala.Dan hal itu membuatnya untuk susah sekali
dikenali. Ya, siapa lagi ? orang itu adalah Vino. Sedari tadi orang itu tengah
mondar-mandir kesana kemari menanyakan informasi mengenai Aline Alexander
namun, hasilnya selalu nihil. Selain itu ia juga sedang menunggu teman-temannya
yang tak kunjung datang. Hingga pada suatu ketika seseorang tengah berbicara di
earphone miliknya.
“Cepat kembali !, tampaknya situasi sudah tak
memungkinkan !” Perintah seseorang di seberang earphone itu.
“Baik tuan !, lalu bagaimana dengan yang
lainnya, aku tak tahu dimana mereka.” Jawab Vino.
“Aku yang akan menyuruh mereka kembali. Kau
kembali saja dulu !”
“Baik tuan !” Balasnya sembelum akhirnya ia
menghilang dari pandangan.
Komentar