Langsung ke konten utama

Behind The Mirror Chapter 8



aaa
Malam telah larut. Walaupun malam telah larut, namun itu tidak pernah menghentikan aktifitas penduduk Dunia Cermin. Karena merasa lelah Aline dan Karin pun memutuskan untuk pulang kerumah.
“Astaga ini sudah  jam 11 rupanya. Aduh bagaimana ini, besok bukannya kita harus kembali ke dunia nyata dan besok kan kita harus sekolah jika terlambat bagaimana ?” Tanya Aline.
“Aduh Aline kau ini kenapa sih ?, besok itukan hari minggu, lagian dunia ini dan duniamu hanya selisih 4 jam saja kok. Jika kita disini jam 11 di duniamu baru jam 7. Jadi tenang saja oke.” Jelas Karin.
“Baiklah kalau begitu, selamat tidur dan selamat malam.” Kata Aline yang langsung ambruk di atas tempat tidurnya.
Disini jam terasa sangat cepat sekali berlalu. Baru saja mereka berdua melewati malam-malam mereka yang indah kini sang surya sudah kembali ke atas langit dan tersenyum cerah. Suara jam weker yang begitu keras sukses membangunkan keduanya dari tidur panjangnya. Aline berusaha untuk mengerjap-ngerjapkan kedua matanya dan berusaha meraih jam weker yang berada di atas meja. Berkali-kali ia berusaha mencari dan meraih jam itu. Namun tetap tidak ada. Akhirnya seseorang pun angkat bicara.
“Hey. Kau ini tidak lihat ya ?. Jam weker yang membangunkan kita itu ada di dinding. Lihat itu.” Kata Karin setengah sadar.
“Hah......, apa itu sebuah papan besar digital bertuliskan selamat pagi ?” Katanya.
“Ah astaga Aline...Aline. Kau ini tidak tahu ya kalau rumahku ini rumah robot ?, masa’ sedari tadi kau masuk kau belum juga menyadari kalau di sebelah sana ada sebuah papan digital yang bisa bicara ?” Jelas Karin.
Kemudian dilihatnya jam digital besar yang terdapat pada papan itu. Ternyata jam itu baru menunjukkan pukul 6 pagi. Astaga !. Itu masih sangat pagi benar rupanya. Aline pun berusaha meregangkan otot-ototnya dan menguap lebar.
“Hoah..., aku capek sekali. Rumahmu ini bodoh ya !, ini baru saja jam 6 pagi, sudah dibangunkan huh menyebalkan !” Gerutunya sembari turun dari ranjangnnya.
“Eh ?, apa kau tidak ingat huh ?, nantikan kita ada latihan, lagian juga kau belum mendapatkan senjatamu kan ?” Kata Karin.
“Hah ?, senjata ?, senjata buat apa ?”
“Ah, sudahlah nanti kau akan tahu sendiri. Ayo kita kebawah.” Balasnya.
Ketika mereka semua menuju ke ruang makan, betapa kagetnya mereka ketika melihat semua makanan sudah tertata rapi di atas meja makan. Jika dipikir-pikir, siapa yang sudah bangun sepagi itu untuk menyiapkan segala macam makanan ini ?. Jika Riana anak dari Kakek Karim tentu saja tak mungkin, karena ia pasti akan bangun jam 6 sama seperti yang lainnya.
Kemudian betapa kagetnya ketika Karin melihat sebuah robot android sedang menyiapkan minuman untuk mereka semua. Robot android itu merupakan robot yang suka membantu pekerjaan-pekerjaan Riana dan kakek di rumah. Tapi, bukankah robot itu sudah rusak ?. Dan benar saja, ternyata seseorang telah mau berbaik hati untuk memperbaiki robot itu.
“Eh ?, kenapa tiba-tiba ada robot ini disini , bukankah robot ini sudah rusak ?, siapa yang memperbaikinya ?” Tanya Karin kaget.
“Ehem…, aku yang memperbaikinya.” Tukas Aline.
“He ?, apa ?, kau yang memperbaikinya ?, serius kamu ?, bagaimana bisa kau melakukannya ?” Tanya Karin dengan nada tak percaya.
“Hahaha. Itulah gunannya aku suka sekali dengan pelajaran elektro di sekolah. Hehehe.” Jelas Aline sembari mengeluarkan cengiran khasnya.
“Aline…Aline…, kau ini memang orang yang penuh kejutan ya ?”
Kini semuanya pun telah berkumpul di ruang makan. Dari mulai sang empunya rumah, Riana, Karin dan Aline. Serta sang robot android yang senantiasa menemani.
“Haduh Reiko, terimakasih yah kau sudah membantu kami semua.”          Kata Riana anak dari Kakek Karim.
“Sama-sama, itu sudah merupakan tugasku.” Jawab dari sang robot android yang telah diketahui bernama Reiko tersebut.
aaa
“Hey !!!. Tunggu dulu. Ada apa ini ?, kau mau membawaku kemana !, Karin !” Seru Aline.
Namun apa yang terjadi, Karin tidak menggubris perkataan Aline sama sekali. Karin terus saja menarik tangan Aline. Dan dengan terpaksa Aline harus mengikuti kemana perginya salah satu temannya ini.
Tiba-tiba Karin melepaskan pegangan tangannya terhadap Aline dan menyuruhnya berjalan masuk kedalam sebuah rumah besar yang sangat unik. Sepi. Itulah kesan pertama yang muncul pada benak Aline. Mereka pun terus berjalan dan berjalan hingga akhirnya Karin menghentikan langkah Aline. Aline mencoba untuk menatapi sebuah pintu kayu besar yang berada di hadapannya. Diatasnya bertuliskan “Blade Shine”.
“He ?, apa ?, apa maksudnya dengan Bade Shine ?, apa itu nama orang ?” Tanya Aline bertubi-tubi.
“Ah sudahlah, pertanyaannya nanti saja.” Balas Karin yang kemudian menggandeng tangan Aline dan menuntunnya masuk.
Zrrsh....
Sebuah pedang meluncur sempurna dan menancap pada sebuah dinding kayu. Aline pun bergidik ngeri melihat pedang yang kini menancap sempurna pada sebuah dinding kayu. Ia pun menghela nafas sebentar dan bersyukur karena pedang itu tidak mengenai kepala kesayangannya.
“Astaga apa-apaan dengan ini semua.” Kata Aline sedikit frustasi.
“Eh kau Karin ?, wah apa kabar.” Tanya seseorang laki-laki seumuran dengan Karin berjalan menuju Karin.
“Ah aku baik-baik saja kok, lalu bagaimana denganmu Nox ?” Tanya Karin balik.
“Sama aku juga baik kok !” Jawab seseorang  berambut hitam raven dan memiliki mata sipit yang telah diketahui bernama Nox tersebut.
“Hey !, kalian ini !, dan kau !, kau ini bagaimana sih ?, kau hampir membuatku mati tahu !, dan kau tahu pedangmu itu hampir menancap di kepalaku !” Bentaknya pada seseorang yang bernama Nox tersebut.
“Eh ?, apa ?, aduh maaf ya, aku tak sengaja !, lagian aku kan baru belajar. Hehehe.” Jelas orang tersebut.
“Apa kau bilang ?, baru belajar ?, setidaknyakan kau bisa hati-hati. Baka !” Katanya ketus.
“Aduh..., sudah...sudah, kalian ini seperti anak kecil saja.” Lerai Karin.
Kemudian Karin membawa Aline kepada seseorang yang tengah  memakai baju panjang seperti dress tapi bukan dress.
“Um halo Guru Blade !, lama sekali ya kita tidak bertemu. Ngomong-ngomong aku punya murid baru untukmu.” Kata Karin.
“Hm....., murid baru ya ?, kurasa aku sudah tak menerima murid baru lagi. Murid disini sudah cukup banyak.” Kata orang tersebut sembari menoleh kearah mereka dan berkata dingin.
“Eh ?, apa ?, muridmu kan hanya 19 orang saja, jika ditambah satu orang lagi kan tidak masalah guru.”
“Hn...apa kau bilang ?, tidak masalah ?, kau pikir perguruan ini adalah perguruan biasa yang senenaknya saja dimasuki oleh orang-orang yang tak berkepentingan, perguruan ini hanya boleh dan dikhususkan oleh orang-orang yang dikhususkan oleh Raja Lucis.” Jelasnya datar.
“Apa ?, kau bilang ?, Aline bukan termasuk orang yang berkepentingan ?, kesini biar aku beritahu dirimu guru.” Kata Karin yang kemudian membisikkan sesuatu kepada sang guru.
“Hm.....,begitu rupanya. Baiklah kalau begitu maafkan aku atas kelancanganku. Baiklah aku akan menerimamu dan akan mengajarimu penggunaan pedang dasar.” Kata sang guru.
“Oh ya aku lupa memberitahu namaku padamu. Aku adalah Blade orang-orang sering menyebutku Master Blade tapi kau cukup memanggilku Blade saja.” Tambah orang yang memiliki postur badan tinggi besar layaknya seorang bodyguard.
Kini Aline pun masuk pada pelajaran pertamanya tentang pedang. Hal pertama yang harus ia lakukan di kelas ini adalah cara memegang pedang dengan benar.
Sang guru yaitu Blade mengambilkan sebuah pedang buatan yang terbuat dari kayu kepada Aline. Sang guru pun mempraktekkan cara memegang sebuah pedang yang baik dan benar. Setelah sang guru berhenti memegang dan mengayunkan pedangnya, kini giliran Aline yang melakukannya. Pelajaran pertama berhasil ia lewati dengan mudah. Kini Aline memasuki pelajaran yang keduanya tentang pedang.
Hal kedua yang harus ia lakukan kali ini adalah mengambil sebuah kuda-kuda untuk pertahanan. Ya, untuk pertamakali memang agak susah untuk dilakukan. Berkali-kali kakinya terkena sapuan halus dan menyakitkan dari sang guru karena salah posisi untuk kuda-kuda.
“Dengar ini, kuda-kuda itu sangat penting untuk para kesatria pedang, karena apa ?, jika mereka tidak mempunyai kuda-kuda bagaimana mereka akan melakukan perlawanan dan pertahanan ?, kau harus mengerti hal itu Al !” Jelas Guru Blade panjang lebar.
Setelah lama sekali berkutat dengan hal itu akhirnya Aline bisa melakukan gerakan itu dengan sempurna. Kini hal ketiga yang harus dilakukannya adalah mengenai kombinasi antara kuda-kuda dan ayunan pedang. Hal ini merupakan hal termudah yang pernah dilalui oleh Aline. Melihat hal itu sang guru dibuat terkejut olehnya.
“Hm...tak kusangka ternyata kau pintar juga, sekali kuajari kau langsung bisa menangkap apa yang aku maksudkan.” Katanya.
“Baiklah kalau begitu sudah saatnya kau masuk kedalam pelajaran inti.” Tambah Guru Blade padanya.
“Pelajaran inti ?, apa itu pelajaran inti ?” Tabya Aline
“Ikut aku.” Perintah sang guru.
Aline diajak kesuatu tempat dimana tempat itu terdapat beberapa alat bantu yang digunakan untuk melatih kungfu dan pedang. Tapi satu hal yang ada di pikirannya kala itu. Yaitu tentang bagaimana cara menggunakan benda itu ?.
“Aku mengajakmu kemari adalah untuk memasuki tahap latihan inti, hal pertama yang harus kau lakukan dalam tahap ini adalah mengasah ketrampilan pedangmu pada benda yang ada di sana itu.” Kata Guru Blade sambil menunjuk pada sebuah benda yang berada sekitar 10m di depannya dan berbentuk seperti balok kayu besar yang memiliki tinggi hampir setinggi badan Aline yang tingginya 169 cm.
“A..., lalu apa yang harus aku lakukan dengan benda itu ?” Tanya Aline lagi.
“Kau harus memukul benda itu dengan menggunakan pedang kayu ini sampai balok itu pecah atau membelah menjadi 2 bagian.”
“Apa ?, mana...mana mungkin sebilah kayu pedang ini bisa memecahkan balok kayu yang lebih besar dan lebih tebal dari pedang ini, bisa-bisa pedang ini yang patah.” Kata Aline.
“Tentu saja tidak. Pedang mu tidak akan patah.”  Jelasnya singkat.
“Ha ?, bagaimana caranya aku melakaukan hal itu ?”
“Aku tidak tahu, tapi kau yang tahu caranya. Dan perlu kau ketahui, setiap pembawa pedang atau setiap ahli pedang yang belajar padaku pasti akan menemukan caranya sendiri. Selamat bekerja !” Kata Guru Blade yang kemudian akhirnya pergi menjauh meninggalkan Aline sendiri di ruangan itu.
“Hash....., kenapa setiap guru yang aku temui disini selalu sama saja jawabannya. ‘Temukan jawabannya sendiri hanya kau yang tahu’. Huh...., tak ada kata-kata lain yang lebih pantas apa ?” Gerutu Aline.
“Hah.....huh......, baiklah Aline kau tahu, kau pasti bisa melakukannya, ingat sebelumnya juga kau pernah mengalami hal yang seperti ini.” Kata Aline pada dirinya sendiri.
Aline pun mencoba untuk berkonsentrasi melakukannya. Pukulan demi pukulan ia lontarkan pada balok kayu tersebut. Duak...Duak...Duak. Begitulah suara yang ditimbulkan. Sudah lebih dari seratus kali ia memukuli balok kayu itu dengan menggunakan pedang kayu yang diberikan gurunya, namun tetap saja tidak ada perubahan. Mungkin hanya ada guratan dan sayatan-sayatan kecil saja yang nampak pada balok tersebut.
Karena merasa kelelahan, ia memutuskan untuk merebahkan dirinya diatas sebuah lantai kayu tempat itu. Ia menghela nafas sesaat. Kini peluh telah menetes dari setiap helaian rambutnya. Tangannya pegal, dan telapak tangannya memerah. Mungkin itu adalah akibat dari latihannya selama ini.
Tak terasa ternyata sudah 3 jam lamanya ia berlatih. Namun, tetap saja balok itu tidak mau terbelah. Jika dipikir-pikir mana mungkin sebuah kayu bisa memecahkan dan membelah sesama jenis kayu. Itu merupakan hal teraneh yang pernah dilakukan olehnya. Aline pun berusaha bangkit dari tempatnya merebahkan diri. Ia mencoba untuk mengangkat lengannya kembali dan berusaha untuk membuat posisi awal kuda-kudanya.
“Hash...hosh...sial, kenapa balok ini tidak mau pecah juga !, sedari tadi yang kulihat hanyalah sebuah sayatan-sayatan kecil saja. Hah..., ini sungguh tak masuk akal.” Gerutunya.
Aline mencoba berpikir sejenak seraya untuk mencari jalan keluar yang lebih baik. Hal pertama yang ada dipikirannya kala itu adalah dengan mengumpulkan segenap kekuatannya yang tersisa dan berusaha untuk memberikan sebuah jiwa dan kekuatan pada sebilah pedang kayu yang dibawanya.
Ia berusaha untuk berkonsentrasi dan berkonsentrasi. Hingga akhirnya sebuah aura kuat menyelimuti dirinya. Kemudian aura itu perlahan masuk dan menjadi satu dengan pedang kayu yang dibawanya.
“Baiklah kalau begitu !, Hyah !!!!” Teriaknya sembari mengayunkan sebilah pedang kayunya pada balok kayu yang tepat berada di depannya.
Beberapa detik setelah ia mengayunkan pedang itu terdengarlah suara retakan. ‘Kretak !’. Kemudian terlihatlah bahwa balok itu kini telah membelah, walaupun tidak sempurna. Balok itu hanya terbuka dan membelah tidak sepenuhnya. Walaupun begitu sensasi senang dan bangga tengah menyelimuti hatinya kala itu.
Tanpa Aline sadari Guru Blade tengah memperhatikannya kala itu dari sebuah lubang intip rahasia pada sebuah lukisan besar yang terpajang di dinding tempat itu. Dari ruang rahasia di balik lukisan itu terdengarlah samar-samar teriakan gembira Aline.
“Hm...rupanya dia sudah berhasil ya ?, yah walaupun tidak sempurna. Ternyata dia memang tidak bisa diremehkan.” Kata Master Blade dari balik ruangan rahasia yang terdapat pada lukisan dinding itu.
“Gyahahaha !!!, aku berhasil !, aku berhasil !, akhirnya.” Seru Aline.
“Jangan merasa senang dulu, kau tahu balok itu masih belum pecah. Kau hanya membuatnya retak saja.” Kata sang guru yang secara tiba-tiba muncul.
“Eh ?, apa ?, jadi ini masih belum sempurna ya ?” Tanyanya lesu.
“Tadikan aku menyuruhmu untuk membelah dan memcahkannya. Iya kan ?, seekarang kau harus menuntaskan tugasmu. Dan aku akan menunggu disini .” Jelas  Guru Blade.
“Hufthh...baiklah.” Katanya sembari berjalan gontai kearah balok kayu yang kini keadaannya sudah membelah sebagian.
‘Brak ! Pletak !’
Setelah tebasan terakhirnya, balok kayu yang tadinya utuh tersebut sukses terbelah menjadi dua dan pecah. Sang guru berhasil dibuat terkejut olehnya. Dan Aline pun memberikan senyuman bahagianya pada sang guru yang tengah bersandar pada dinding ruangan itu. Guru Blade langsung beranjak berdiri dari tempat ia duduk dan memberikan tepukan selamat pada Aline.
“Hm..., selamat !, sekali lagi kuucaapkan selamat padamu.” Kata Guru Blade sembari memberikan tepukan tangan pada Aline.
“Hehehe. Aku tak menyangka bisa melakukannya. Hehehe.” Kata Aline sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak gatal.
“Baiklah, selanjutnya adalah latihan yang sesungguhnya !” Seru Guru Blade.
“Eh,apa ?, tidak bisakah kita...” Belum sempat ia menlanjutkan kata-katanya sang guru sudah menyerangnya dengan menggunakan pedang kayu. Dengan gerakan selincah tupai, Aline berhasil menghindari segala macam serangan yang diarahkan sang guru padanya.
“Er. Apa maksudmu dengan ini semua ?” Tanya Aline sembari menghindar.
“Melatihmu. Kapan kau akan terus menghindar ?” Katanya dengan terus memberikan serangan bertubi-tubi pada sang murid yang kini telah menjadi lawan main baginya.
“Ah..., sial !” Umpatnya.
Kemudian Aline berusaha untuk mencuri kesempatan kosong yang kemudian digunakannya untuk memukul mundur sang guru. Ya, setelah saat yang tepat itu datang Aline berusaha untuk mengayunkan pedangnya kepada sang guru. Namun, Guru Blade tetap bisa menangkis segala serangan yang ia lontarkan.
‘Pletak. Pletak !’. Begitulah suara yang ditimbulkan oleh kedua pedang kayu yang kini saling beradu. Aline berusaha untuk mengalahkan gurunya yang tentu saja ilmunya lebih tinggi darinya. Tapi, hal itu merupakan suatu hal yang tidak mungkin terjadi. Ia berharap kali ini sang dewi fortuna memihak pada dirinya. Dan itu benar saja, serangan berikutnya pedang Aline berhasil mengenai dada sang guru. Dan itu membuat Guru Blade mundur beberapa langkah dan berusaha untuk mencuri nafas walau hanya satu detik.
“Hosh...hosh...hosh. Kau tahu kurasa kau tidak bisa diremehkan begitu saja. Tak kusangka ternyata kau pintar sekali mencuri waktu dan keadaan.” Jelas sang guru ngos-ngosan.
“Ya, memang seharusnya kan, dan kau tahu seseorang itu jangan pernah menganggap remeh sesuatu.”
Di ruang latihan utama Karin dan semua teman-teman Xerro 13 berkumpul untuk latihan. Tampaknya kali ini Karin berhasil mengumpulkan semuanya. Ya, walaupun tidak semua hadir disana.
“Hah..., baiklah kali ini adalah kali pertama kita bertemu setelah sekian lama berpisah ya ?” Kata Karin angkat bicara.
“Hm, kurasa begitu, ngomong-ngomong ada acara apa kau mengumpulkan kami semua disini ?” Tanya seorang berambut pirang dan berbadan tegap tersebut. Dia adalah Aero.
“Kita harus berlatih, dan kita semua dikumpulkan lagi adalah untuk menghadapi pasukan Medussa. Dan melidungi kota ini seperti dulu.” Jelas Karin pada orang itu dan semuanya.
“Apa ?. Jadi Medussa masih hidup ?” Tanya orang itu lagi.
“Tidak, sebenarnya ada kabar yang menyebutkan bahwa kini kerajaan Medussa tengah diambil alih oleh seseorang. Dan kurasa mungkin dia adalah murid dari Medussa. Kalian pasti akan bertanya-tanya darimana aku mendapatkan berita itukan ?. Aku mendapatkan berita itu dari Nenek Gurita sang peramal kota ini.” Jelas Karin panjang lebar.
“Dan satu tambahan lagi, kali ini kita akan mendapatkan tambahan seseorang yang sangat penting.” Tambahnya.
“Siapa ?” Tanya seorang gadis seumuran Karin yang bertubuh kecil dan berambut dikucir 2.
“Dia adalah Aline. Cicit dari Alex.”
“Apa ?” Katanya kaget.
“Ada apa Vlo ?” Tanya Karin.
“Hehehe. Tidak aku hanya kaget saja mendengarnya.” Balas gadis yang diketahui bernama Vlouchi tersebut.
“Baiklah sekarang dimana orang itu ?” Tanya salah satu anggota Xerro 13 yang memakai baju serba putih. Dan berambut silver. Dia bernama Zero X Ryo. Begitulah nama yang tertera pada bajunya.
“Dia sedang menjalani pelatihan untuk persiapan jikalau perang memang benar-benar terjadi.” Kata Karin menambahkan.
Beberapa saat mereka menunggu sembari berlatih kecil Aline pun keluar dari tempat ia berlatih pedang bersama Guru Blade. Ia merasa letih dan lelah serta pegal di sekujur tubuhnya. Kedua telapak tangannya memerah. Serta tangan kananya membiru lebam. Melihat hal itu Karin sebagai temannya langsung menghampiri Aline yang tengah berjalan tertatih-tatih kearah mereka semua.
“Astaga Al !, kau tidak apa-apa kan ?, lihat tubuhmu sampai seperti itu, kau terlalu keras berlatih.” Katanya khawatir.
“Hehehe. Tidak kok. Tidak apa-apa.” Kata Aline sembari meringis menahan sakit. Tiba-tiba kepala Aline pun terasa pusing, ia pun memegangi kepalanya dan ketika ia mencoba untuk berjalan tubuhnya hampir saja jatuh tertelungkup kedepan. Untung saja Karin langsung memeganginya kala itu, hingga akhirnya ia tidak jadi terjatuh terhuyung ke depan.
“Haduh, benarkan. Ku yakin kau pasti kenapa-kenapa.”
“Ah tidak-tidak, sebentar lagi aku pasti sembuh kok, tinggal istirahat sebentar saja pasti sudah bisa kembali ke keadaan normal, jadi kau jangan mengkhawatirkanku ya. Hehehe.” Katanya.
Akhirnya Aline memutuskan untuk duduk beristirahat sejenak dan melihat teman-teman barunya berlatih. Disandarkanlah punggungnya di tembok kayu di sebuah tempat dimana ia berlatih sekarang dan perlahan ia menarik nafas panjang serta menghembuskannya perlahan. Begitu ia terus lakukan hingga beberapa menit. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk memejamkan matanya sesaat seraya menjerihkan pikirannya sesaat. Setelah cukup lama ia melakukan aktifitas seperti itu, suara seseorang yang tengah berlatih di hadapannya ketika ia sedang istirahat berhasil membuat matanya terbuka.
“Hey !, kau tidak mau berlatih dengan kami ?” Kata seseorang anak laki-laki seumuran Aline yang memakai kacamata.
“Ah....baiklah, tunggu sebentar.” Sahutnya sembari tersenyum simpul kearah pemuda tersebut.
Aline pun bangkit dari istirahat singkatnya dan berjalan lurus kearah pemuda dan kawan-kawan barunya. Ia pun kemudian langsung bergabung berlatih pedang bersama mereka. Sebelumnya Aline mendapat tantangan dari pemuda yang bernama Zero untuk beradu pedang dengannya. Aline pun menanggapinya dengan senang hati. Diambilnya sebilah pedang kayu dari rak penyimpanan pedang di sebelah pintu masuk markas latihan pedang “Blade Shine”.
Diambilnya sebilah pedang kayu yang kini sudah berpindah ke genggaman Aline dan Zero. Kini mereka berdua saling berhadapan. Saling menatap mata satu sama lain. Aline dan Zero langsung membentuk kuda-kuda pertahanan milik mereka. Dihembuskannya nafas Aline sebelum ia mulai menyerang. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Hingga pada akhirnya Aline lah yang mulai menyerang.
Diayunkannya pedang tersebut ke sisi kiri Zero namun, ia berhasil menangkisnya dengan mudah. Begitu sebaliknya dengan Zero. Hingga pada akhirnya Aline melancarkan sebuah tendangan melayang tanpa Zero ketahui dan itu sukses membuat Zero jatuh terkapar diatas lantai. Namun hal itu tidak membuat Zero menyerah begitu saja. Ia pun kembali bangkit dari lantai tempat ia jatuh.
Sebuah serangan cepat dilancarkan Zero kepada Aline yang tengah lengah. Namun berkat kejelian dan kecepatan gerakan mata Aline serta kelincahannya ia berhasil menghindar dari serangan tersebut. Pedang kayu Aline dan Zero pun saling beradu hingga ditimbulkanlah suara irama dentuman kayu. ‘Pletak...pletak....pletak.’
Beberapa saat setelah itu, serangan Zero yang kedua berhasil mengenai Aline. Aline yang merasa kaget pun bukannya menangkis pedang Zero menggunakan pedangnya melainkan dengan tangannya.  Dan hal itu sukses membuat tangan kirinya sakit bukan main. Kemudian ia pun jatuh terkapar di atas lantai sembari memegangi tangannya yang sakit.
Melihat hal tersebut, Zero menghentikan pertarungan mereka. Zero langsung menghampiri Aline beserta teman-teman yang lain. Ia pun mencoba untuk membantu Aline berdiri dengan mengulurkan sebelah tangannya untuk Aline.
“Astaga, maafkan aku Al !, apakah sakit ?” Tanya Zero.
“Hah kau ini, tentu saja itu sakit. Bodoh !” Seru Karin sambil memberi jitakan mentah diatas kepala Zero.
“Aw. Sakit bodoh !” Teriaknya sembari menelus-elus kepalanya yang sakit.
“Aduh kalian ini. Aku tidak apa-apa kok !, tenang saja !. Hehehe.”  Katanya sambil berdiri dan memegangi sebelah tangannya yang sakit.
“Ah Aline....., jangan berbohong.”
“Sungguh. Aku tidak.....Aw !” Katanya  yang kemudian terpotong karena begitu tangannya di gerakkan tiba-tiba ia merasa kesakitan.
“Minggir.” Kata seseorang dibalik kerumunan.
“Cloud ?” Kata Denis kaget.
“Kemarikan tanganmu !” Perintah Cloud dengan nada datar.
Kemudian Aline pun mengulurkan sebelah tangannya yang sakit kepada Cloud. Seketika itu juga Cloud langsung memutar pergelangan tangan Aline dengan gerakan cepat. Dan itu mennimbulkan suara ‘Kretek’ dan teriakan Aline.
“Kyaaaaaaa !!!!” Teriak Aline dengan kerasnya.
“Maaf jika sakit, bagaimana ?” Tanyanya datar.
“Um.....lumayan, dan hey tanganku bisa digerakkan. Tapi masih sedikit terasa sakit.” Kata Aline sembari menggerakkan pergelangan tangannya.
“Terimakasih.” Ucap Aline pada Cloud.
“Hn.” Balasnya singkat dan kemudian ia pun mulai pergi melenggang meninggalkan Aline.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meteorologi dari Berbagai Sudut Pandang

Meteorologi dari Berbagai Sudut Pandang Meteorologi, kira-kira apa yang tergambar dipikiran anda saat  mendengar kata itu. Mungkin kata itu masih terdengar asing bagi sebagian orang. Bahkan dulu sekali saya pernah ditanya oleh orang, "kamu besok mau masuk jurusan apa di ITB?" lantas aku pun menjawab, "Aku mau masuk jurusan Meteorologi." Sejenak, air muka sang penanya mendadak berubah terkejut. Seolah menayakan, alasan mengapa aku mau masuk prodi yang jarang sekali diminati banyak orang. "Meteorologi? Kenapa nggak masuk ke Geologi atau Geodesi? Jarang sekali loh  aku dengar banyak orang yang ngambil Meteorlogi dipilihan pertama jursannya. Emang di Meteorologi mau belajar apa? Meteor?" Mendengar perkataan itu saya hanya tersenyum dan tertawa kecil. Lantas saya pun menjawab, "Alasan saya kenapa saya milih Meteorologi karena saya bukan orang yang mainstream. Jurusan2 itu sudah terlalu mainstream, terlebih lagi diseluruh universitas di Indonesia ke...

Behind The Mirror Chapter 10

aaa Menjelang sore, ketiga anak buah dari anak Medussa tengah pergi menuju Kota Divia dan menangkap Aline. Dengan menggunakan sebuah pesawat jet super milik sang tuan mereka terbang dengan cepatnya. Tak lama kemudian pesawat tersebut berhasil mendarat dengan sempurna pada 5 km dari gerbang Kota Divia. “Tampaknya ini akan sangat susah sekali untuk masuk kedalam kota itu.” Kata seorang lelaki yang berpenampilan cool dan memiliki penglihatan super itu. “Apa yang sedang kau lihat disana Ray ?” Tanya seorang gadis yang diketahui bernama Tifa. “Hn....kulihat kota itu sedang dilindungi oleh selubung penjagaan tingkat tinggi yang tak kasat mata. Mungkin kita akan membutuhkan banyak waktu untuk membobol keamanan yang ada.” Jelas Ray panjang lebar dengan masih mengaktifkan penglihatan supernya. “Baiklah jika begitu, biarkan aku yang mengatasinya.” Kata seorang laki-laki berambut putih panjang dan bermata lavender. “Baiklah vino, kita serahkan...

Stories Of Us

// well oke, sebenarnya ini adalah tulisan yang udah bersarang lama banget di laptop, tapi karena alasan tertentu, akhirnya berakhirnya tulisan malang ini di blog saya yang mulai berhantu huehehe// Stories of Us Tanpa ku sadari, waktu terus berputar dengan cepat. Hingga aku pun sampai di penghujung tahun ini. Entah mengapa, tiba-tiba suasana hatiku mendadak berubah menjadi melankolis, ditambah lagi dengan iringan lagu-lagu dari biola yang tengah aku dengarkan saat ini menambah suasana semakin melankolis. Hari ini tertanggal 31 Desember 2013, menandakan bahwa hari ini adalah hari terakhir di tahun 2013. Tahun yang sebagian dianggap sebagian orang adalah tahun sial karena memiliki unsur angka sial didalamnya, yaitu angka 13. Aku heran dengan mereka yang berpikiran seperti itu, karena kesialan akan datang seiring mindset mereka akan sesuatu, dan kesialan bukan datang karena mereka mengatakan sesuatu itu sial. Walaupun ini adalah malam terakhir di tahun ini dan besok ketika ku b...