aaa
Malam telah larut. Walaupun malam telah
larut, namun itu tidak pernah menghentikan aktifitas penduduk Dunia Cermin.
Karena merasa lelah Aline dan Karin pun memutuskan untuk pulang kerumah.
“Astaga ini sudah jam 11 rupanya. Aduh bagaimana ini, besok
bukannya kita harus kembali ke dunia nyata dan besok kan kita harus sekolah
jika terlambat bagaimana ?” Tanya Aline.
“Aduh Aline kau ini kenapa sih ?, besok
itukan hari minggu, lagian dunia ini dan duniamu hanya selisih 4 jam saja kok.
Jika kita disini jam 11 di duniamu baru jam 7. Jadi tenang saja oke.” Jelas
Karin.
“Baiklah kalau begitu, selamat tidur dan
selamat malam.” Kata Aline yang langsung ambruk di atas tempat tidurnya.
Disini jam terasa sangat cepat sekali
berlalu. Baru saja mereka berdua melewati malam-malam mereka yang indah kini
sang surya sudah kembali ke atas langit dan tersenyum cerah. Suara jam weker
yang begitu keras sukses membangunkan keduanya dari tidur panjangnya. Aline
berusaha untuk mengerjap-ngerjapkan kedua matanya dan berusaha meraih jam weker
yang berada di atas meja. Berkali-kali ia berusaha mencari dan meraih jam itu.
Namun tetap tidak ada. Akhirnya seseorang pun angkat bicara.
“Hey. Kau ini tidak lihat ya ?. Jam weker
yang membangunkan kita itu ada di dinding. Lihat itu.” Kata Karin setengah
sadar.
“Hah......, apa itu sebuah papan besar
digital bertuliskan selamat pagi ?” Katanya.
“Ah astaga Aline...Aline. Kau ini tidak tahu
ya kalau rumahku ini rumah robot ?, masa’ sedari tadi kau masuk kau belum juga
menyadari kalau di sebelah sana ada sebuah papan digital yang bisa bicara ?”
Jelas Karin.
Kemudian dilihatnya jam digital besar yang
terdapat pada papan itu. Ternyata jam itu baru menunjukkan pukul 6 pagi. Astaga
!. Itu masih sangat pagi benar rupanya. Aline pun berusaha meregangkan
otot-ototnya dan menguap lebar.
“Hoah..., aku capek sekali. Rumahmu ini bodoh
ya !, ini baru saja jam 6 pagi, sudah dibangunkan huh menyebalkan !” Gerutunya
sembari turun dari ranjangnnya.
“Eh ?, apa kau tidak ingat huh ?, nantikan
kita ada latihan, lagian juga kau belum mendapatkan senjatamu kan ?” Kata
Karin.
“Hah ?, senjata ?, senjata buat apa ?”
“Ah, sudahlah nanti kau akan tahu sendiri.
Ayo kita kebawah.” Balasnya.
Ketika mereka semua menuju ke ruang makan,
betapa kagetnya mereka ketika melihat semua makanan sudah tertata rapi di atas
meja makan. Jika dipikir-pikir, siapa yang sudah bangun sepagi itu untuk
menyiapkan segala macam makanan ini ?. Jika Riana anak dari Kakek Karim
tentu saja tak mungkin, karena ia pasti akan bangun jam 6 sama seperti yang
lainnya.
Kemudian
betapa kagetnya ketika Karin melihat sebuah robot android sedang menyiapkan
minuman untuk mereka semua. Robot android itu merupakan robot yang suka
membantu pekerjaan-pekerjaan Riana dan kakek di rumah. Tapi, bukankah robot itu
sudah rusak ?. Dan benar saja, ternyata seseorang telah mau berbaik hati untuk
memperbaiki robot
itu.
“Eh
?, kenapa tiba-tiba ada robot ini disini , bukankah robot ini sudah rusak ?,
siapa yang memperbaikinya ?” Tanya Karin kaget.
“Ehem…,
aku yang memperbaikinya.” Tukas Aline.
“He
?, apa ?, kau yang memperbaikinya ?, serius kamu ?, bagaimana bisa kau
melakukannya ?” Tanya Karin dengan nada tak percaya.
“Hahaha.
Itulah gunannya aku suka sekali dengan pelajaran elektro di sekolah. Hehehe.”
Jelas Aline sembari mengeluarkan cengiran khasnya.
“Aline…Aline…,
kau ini memang orang yang penuh kejutan ya ?”
Kini
semuanya pun telah berkumpul di ruang makan. Dari mulai sang empunya rumah,
Riana, Karin dan Aline. Serta sang robot android yang senantiasa menemani.
“Haduh
Reiko, terimakasih yah kau
sudah membantu kami semua.” Kata
Riana anak dari Kakek Karim.
“Sama-sama,
itu sudah merupakan tugasku.” Jawab dari sang robot android yang telah
diketahui bernama Reiko tersebut.
aaa
“Hey !!!. Tunggu dulu. Ada apa ini ?, kau mau
membawaku kemana !, Karin !” Seru Aline.
Namun apa yang terjadi, Karin tidak
menggubris perkataan Aline sama sekali. Karin terus saja menarik tangan Aline.
Dan dengan terpaksa Aline harus mengikuti kemana perginya salah satu temannya
ini.
Tiba-tiba Karin melepaskan pegangan tangannya
terhadap Aline dan menyuruhnya berjalan masuk kedalam sebuah rumah besar yang
sangat unik. Sepi. Itulah kesan pertama yang muncul pada benak Aline. Mereka
pun terus berjalan dan berjalan hingga akhirnya Karin menghentikan langkah
Aline. Aline mencoba untuk menatapi sebuah pintu kayu besar yang berada di
hadapannya. Diatasnya bertuliskan “Blade Shine”.
“He ?, apa ?, apa maksudnya dengan Bade Shine
?, apa itu nama orang ?” Tanya Aline bertubi-tubi.
“Ah sudahlah, pertanyaannya nanti saja.”
Balas Karin yang kemudian menggandeng tangan Aline dan menuntunnya masuk.
Zrrsh....
Sebuah pedang meluncur sempurna dan menancap
pada sebuah dinding kayu. Aline pun bergidik ngeri melihat pedang yang kini
menancap sempurna pada sebuah dinding kayu. Ia pun menghela nafas sebentar dan bersyukur karena pedang itu
tidak mengenai kepala kesayangannya.
“Astaga apa-apaan dengan ini semua.” Kata
Aline sedikit frustasi.
“Eh kau Karin ?, wah apa kabar.” Tanya
seseorang laki-laki seumuran dengan Karin berjalan menuju Karin.
“Ah aku baik-baik saja kok, lalu bagaimana
denganmu Nox ?” Tanya Karin balik.
“Sama aku juga baik kok !” Jawab
seseorang berambut hitam raven dan
memiliki mata sipit yang telah diketahui bernama Nox tersebut.
“Hey !, kalian ini !, dan kau !, kau ini
bagaimana sih ?, kau hampir membuatku mati tahu !, dan kau tahu pedangmu itu
hampir menancap di kepalaku !” Bentaknya pada seseorang yang bernama Nox
tersebut.
“Eh ?, apa ?, aduh maaf ya, aku tak sengaja
!, lagian aku kan baru belajar. Hehehe.” Jelas orang tersebut.
“Apa kau bilang ?, baru belajar ?,
setidaknyakan kau bisa hati-hati. Baka !” Katanya ketus.
“Aduh..., sudah...sudah, kalian ini seperti
anak kecil saja.” Lerai Karin.
Kemudian Karin membawa Aline kepada seseorang
yang tengah memakai baju panjang seperti
dress tapi bukan dress.
“Um halo Guru Blade !, lama sekali ya kita
tidak bertemu. Ngomong-ngomong aku punya murid baru untukmu.” Kata Karin.
“Hm....., murid baru ya ?, kurasa aku sudah
tak menerima murid baru lagi. Murid disini sudah cukup banyak.” Kata orang
tersebut sembari menoleh kearah mereka dan berkata dingin.
“Eh ?, apa ?, muridmu kan hanya 19 orang saja, jika ditambah satu orang lagi kan tidak
masalah guru.”
“Hn...apa kau bilang ?, tidak masalah ?, kau
pikir perguruan ini adalah perguruan biasa yang senenaknya saja dimasuki oleh
orang-orang yang tak berkepentingan, perguruan ini hanya boleh dan dikhususkan
oleh orang-orang yang dikhususkan oleh Raja Lucis.” Jelasnya datar.
“Apa ?, kau bilang ?, Aline bukan termasuk
orang yang berkepentingan ?, kesini biar aku beritahu dirimu guru.” Kata Karin
yang kemudian membisikkan sesuatu kepada sang guru.
“Hm.....,begitu rupanya. Baiklah kalau begitu
maafkan aku atas kelancanganku. Baiklah aku akan menerimamu dan akan
mengajarimu penggunaan pedang dasar.” Kata sang guru.
“Oh ya aku lupa memberitahu namaku padamu.
Aku adalah Blade orang-orang sering menyebutku Master Blade tapi kau cukup
memanggilku Blade saja.” Tambah orang yang memiliki postur badan tinggi besar
layaknya seorang bodyguard.
Kini Aline pun masuk pada pelajaran
pertamanya tentang pedang. Hal pertama yang harus ia lakukan di kelas ini
adalah cara memegang pedang dengan benar.
Sang guru yaitu Blade mengambilkan sebuah
pedang buatan yang terbuat dari kayu kepada Aline. Sang guru pun mempraktekkan
cara memegang sebuah pedang yang baik dan benar. Setelah sang guru berhenti
memegang dan mengayunkan pedangnya, kini giliran Aline yang melakukannya.
Pelajaran pertama berhasil ia lewati dengan mudah. Kini Aline memasuki
pelajaran yang keduanya tentang pedang.
Hal kedua yang harus ia lakukan kali ini
adalah mengambil sebuah kuda-kuda untuk pertahanan. Ya, untuk pertamakali
memang agak susah untuk dilakukan. Berkali-kali kakinya terkena sapuan halus
dan menyakitkan dari sang guru karena salah posisi untuk kuda-kuda.
“Dengar ini, kuda-kuda itu sangat penting
untuk para kesatria pedang, karena apa ?, jika mereka tidak mempunyai kuda-kuda
bagaimana mereka akan melakukan perlawanan dan pertahanan ?, kau harus mengerti
hal itu Al !” Jelas Guru Blade panjang lebar.
Setelah lama sekali berkutat dengan hal itu
akhirnya Aline bisa melakukan gerakan itu dengan sempurna. Kini hal ketiga yang
harus dilakukannya adalah mengenai kombinasi antara kuda-kuda dan ayunan
pedang. Hal ini merupakan hal termudah yang pernah dilalui oleh Aline. Melihat
hal itu sang guru dibuat terkejut olehnya.
“Hm...tak kusangka ternyata kau pintar juga,
sekali kuajari kau langsung bisa menangkap apa yang aku maksudkan.” Katanya.
“Baiklah kalau begitu sudah saatnya kau masuk
kedalam pelajaran inti.” Tambah Guru Blade padanya.
“Pelajaran inti ?, apa itu pelajaran inti ?”
Tabya Aline
“Ikut aku.” Perintah sang guru.
Aline diajak kesuatu tempat dimana tempat itu
terdapat beberapa alat bantu yang digunakan untuk melatih kungfu dan pedang.
Tapi satu hal yang ada di pikirannya kala itu. Yaitu tentang bagaimana cara
menggunakan benda itu ?.
“Aku mengajakmu kemari adalah untuk memasuki
tahap latihan inti, hal pertama yang harus kau lakukan dalam tahap ini adalah
mengasah ketrampilan pedangmu pada benda yang ada di sana itu.” Kata Guru Blade
sambil menunjuk pada sebuah benda yang berada sekitar 10m di depannya dan
berbentuk seperti balok kayu besar yang memiliki tinggi hampir setinggi badan
Aline yang tingginya 169 cm.
“A..., lalu apa yang harus aku lakukan dengan
benda itu ?” Tanya Aline lagi.
“Kau harus memukul benda itu dengan
menggunakan pedang kayu ini sampai balok itu pecah atau membelah menjadi 2
bagian.”
“Apa ?, mana...mana mungkin sebilah kayu
pedang ini bisa memecahkan balok kayu yang lebih besar dan lebih tebal dari
pedang ini, bisa-bisa pedang ini yang patah.” Kata Aline.
“Tentu saja tidak. Pedang mu tidak akan patah.” Jelasnya singkat.
“Ha ?, bagaimana caranya aku melakaukan hal
itu ?”
“Aku tidak tahu, tapi kau yang tahu caranya.
Dan perlu kau ketahui, setiap pembawa pedang atau setiap ahli pedang yang
belajar padaku pasti akan menemukan caranya sendiri. Selamat bekerja !” Kata
Guru Blade yang kemudian akhirnya pergi menjauh meninggalkan Aline sendiri di
ruangan itu.
“Hash....., kenapa setiap guru yang aku temui
disini selalu sama saja jawabannya. ‘Temukan jawabannya sendiri hanya kau yang
tahu’. Huh...., tak ada kata-kata lain yang lebih pantas apa ?” Gerutu Aline.
“Hah.....huh......, baiklah Aline kau tahu,
kau pasti bisa melakukannya, ingat sebelumnya juga kau pernah mengalami hal
yang seperti ini.” Kata Aline pada dirinya sendiri.
Aline pun mencoba untuk berkonsentrasi melakukannya.
Pukulan demi pukulan ia lontarkan pada balok kayu tersebut. Duak...Duak...Duak.
Begitulah suara yang ditimbulkan. Sudah lebih dari seratus kali ia memukuli
balok kayu itu dengan menggunakan pedang kayu yang diberikan gurunya, namun
tetap saja tidak ada perubahan. Mungkin hanya ada guratan dan sayatan-sayatan
kecil saja yang nampak pada balok tersebut.
Karena merasa kelelahan, ia memutuskan untuk
merebahkan dirinya diatas sebuah lantai kayu tempat itu. Ia menghela nafas
sesaat. Kini peluh telah menetes dari setiap helaian rambutnya. Tangannya
pegal, dan telapak tangannya memerah. Mungkin itu adalah akibat dari latihannya
selama ini.
Tak terasa ternyata sudah 3 jam lamanya ia
berlatih. Namun, tetap saja balok itu tidak mau terbelah. Jika dipikir-pikir
mana mungkin sebuah kayu bisa memecahkan dan membelah sesama jenis kayu. Itu
merupakan hal teraneh yang pernah dilakukan olehnya. Aline pun berusaha bangkit
dari tempatnya merebahkan diri. Ia mencoba untuk mengangkat lengannya kembali
dan berusaha untuk membuat posisi awal kuda-kudanya.
“Hash...hosh...sial, kenapa balok ini tidak
mau pecah juga !, sedari tadi yang kulihat hanyalah sebuah sayatan-sayatan
kecil saja. Hah..., ini sungguh tak masuk akal.” Gerutunya.
Aline mencoba berpikir sejenak seraya untuk
mencari jalan keluar yang lebih baik. Hal pertama yang ada dipikirannya kala
itu adalah dengan mengumpulkan segenap kekuatannya yang tersisa dan berusaha
untuk memberikan sebuah jiwa dan kekuatan pada sebilah pedang kayu yang
dibawanya.
Ia berusaha untuk berkonsentrasi dan
berkonsentrasi. Hingga akhirnya sebuah aura kuat menyelimuti dirinya. Kemudian
aura itu perlahan masuk dan menjadi satu dengan pedang kayu yang dibawanya.
“Baiklah kalau begitu !, Hyah !!!!” Teriaknya
sembari mengayunkan sebilah pedang kayunya pada balok kayu yang tepat berada di
depannya.
Beberapa detik setelah ia mengayunkan pedang
itu terdengarlah suara retakan. ‘Kretak !’. Kemudian terlihatlah bahwa balok
itu kini telah membelah, walaupun tidak sempurna. Balok itu hanya terbuka dan
membelah tidak sepenuhnya. Walaupun begitu sensasi senang dan bangga tengah
menyelimuti hatinya kala itu.
Tanpa Aline sadari Guru Blade tengah
memperhatikannya kala itu dari sebuah lubang intip rahasia pada sebuah lukisan
besar yang terpajang di dinding tempat itu. Dari ruang rahasia di balik lukisan
itu terdengarlah samar-samar teriakan gembira Aline.
“Hm...rupanya dia sudah berhasil ya ?, yah
walaupun tidak sempurna. Ternyata dia memang tidak bisa diremehkan.” Kata
Master Blade dari balik ruangan rahasia yang terdapat pada lukisan dinding itu.
“Gyahahaha !!!, aku berhasil !, aku berhasil
!, akhirnya.” Seru Aline.
“Jangan merasa senang dulu, kau tahu balok
itu masih belum pecah. Kau hanya membuatnya retak saja.” Kata sang guru yang
secara tiba-tiba muncul.
“Eh ?, apa ?, jadi ini masih belum sempurna
ya ?” Tanyanya lesu.
“Tadikan aku menyuruhmu untuk membelah dan
memcahkannya. Iya kan ?, seekarang kau harus menuntaskan tugasmu. Dan aku akan
menunggu disini .” Jelas Guru Blade.
“Hufthh...baiklah.” Katanya sembari berjalan
gontai kearah balok kayu yang kini keadaannya sudah membelah sebagian.
‘Brak ! Pletak !’
Setelah tebasan terakhirnya, balok kayu yang
tadinya utuh tersebut sukses terbelah menjadi dua dan pecah. Sang guru berhasil
dibuat terkejut olehnya. Dan Aline pun memberikan senyuman bahagianya pada sang
guru yang tengah bersandar pada dinding ruangan itu. Guru Blade langsung
beranjak berdiri dari tempat ia duduk dan memberikan tepukan selamat pada
Aline.
“Hm..., selamat !, sekali lagi kuucaapkan
selamat padamu.” Kata Guru Blade sembari memberikan tepukan tangan pada Aline.
“Hehehe. Aku tak menyangka bisa melakukannya.
Hehehe.” Kata Aline sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tidak
gatal.
“Baiklah, selanjutnya adalah latihan yang
sesungguhnya !” Seru Guru Blade.
“Eh,apa ?, tidak bisakah kita...” Belum
sempat ia menlanjutkan kata-katanya sang guru sudah menyerangnya dengan
menggunakan pedang kayu. Dengan gerakan selincah tupai, Aline berhasil
menghindari segala macam serangan yang diarahkan sang guru padanya.
“Er. Apa maksudmu dengan ini semua ?” Tanya
Aline sembari menghindar.
“Melatihmu. Kapan kau akan terus menghindar
?” Katanya dengan terus memberikan serangan bertubi-tubi pada sang murid yang
kini telah menjadi lawan main baginya.
“Ah..., sial !” Umpatnya.
Kemudian Aline berusaha untuk mencuri
kesempatan kosong yang kemudian digunakannya untuk memukul mundur sang guru. Ya,
setelah saat yang tepat itu datang Aline berusaha untuk mengayunkan pedangnya
kepada sang guru. Namun, Guru Blade tetap bisa menangkis segala serangan yang
ia lontarkan.
‘Pletak. Pletak !’. Begitulah suara yang
ditimbulkan oleh kedua pedang kayu yang kini saling beradu. Aline berusaha
untuk mengalahkan gurunya yang tentu saja ilmunya lebih tinggi darinya. Tapi,
hal itu merupakan suatu hal yang tidak mungkin terjadi. Ia berharap kali ini sang dewi fortuna memihak
pada dirinya. Dan itu benar saja, serangan berikutnya pedang Aline berhasil
mengenai dada sang guru. Dan itu membuat Guru Blade mundur beberapa langkah dan
berusaha untuk mencuri nafas walau hanya satu detik.
“Hosh...hosh...hosh. Kau tahu kurasa kau
tidak bisa diremehkan begitu saja. Tak kusangka ternyata kau pintar sekali
mencuri waktu dan keadaan.” Jelas sang guru ngos-ngosan.
“Ya, memang seharusnya kan, dan kau tahu
seseorang itu jangan pernah menganggap remeh sesuatu.”
Di ruang latihan utama Karin dan semua
teman-teman Xerro 13 berkumpul untuk latihan. Tampaknya kali ini Karin berhasil
mengumpulkan semuanya. Ya, walaupun tidak semua hadir disana.
“Hah..., baiklah kali ini adalah kali pertama
kita bertemu setelah sekian lama berpisah ya ?” Kata Karin angkat bicara.
“Hm, kurasa begitu, ngomong-ngomong ada acara
apa kau mengumpulkan kami semua disini ?” Tanya seorang berambut pirang dan
berbadan tegap tersebut. Dia adalah Aero.
“Kita harus berlatih, dan kita semua
dikumpulkan lagi adalah untuk menghadapi pasukan Medussa. Dan melidungi kota
ini seperti dulu.” Jelas Karin pada orang itu dan semuanya.
“Apa ?. Jadi Medussa masih hidup ?” Tanya
orang itu lagi.
“Tidak, sebenarnya ada kabar yang menyebutkan
bahwa kini kerajaan Medussa tengah diambil alih oleh seseorang. Dan kurasa
mungkin dia adalah murid dari Medussa. Kalian pasti akan bertanya-tanya
darimana aku mendapatkan berita itukan ?. Aku mendapatkan berita itu dari Nenek
Gurita sang peramal kota ini.” Jelas Karin panjang lebar.
“Dan satu tambahan lagi, kali ini kita akan
mendapatkan tambahan seseorang yang sangat penting.” Tambahnya.
“Siapa ?” Tanya seorang gadis seumuran Karin
yang bertubuh kecil dan berambut dikucir 2.
“Dia adalah Aline. Cicit dari Alex.”
“Apa ?” Katanya kaget.
“Ada apa Vlo ?” Tanya Karin.
“Hehehe. Tidak aku hanya kaget saja
mendengarnya.” Balas gadis yang diketahui bernama Vlouchi tersebut.
“Baiklah sekarang dimana orang itu ?” Tanya
salah satu anggota Xerro 13 yang memakai baju serba putih. Dan berambut silver.
Dia bernama Zero X Ryo. Begitulah nama yang tertera pada bajunya.
“Dia sedang menjalani pelatihan untuk
persiapan jikalau perang memang benar-benar terjadi.” Kata Karin menambahkan.
Beberapa saat mereka menunggu sembari
berlatih kecil Aline pun keluar dari tempat ia berlatih pedang bersama Guru
Blade. Ia merasa letih dan lelah serta pegal di sekujur tubuhnya. Kedua telapak
tangannya memerah. Serta tangan kananya membiru lebam. Melihat hal itu Karin
sebagai temannya langsung menghampiri Aline yang tengah berjalan tertatih-tatih
kearah mereka semua.
“Astaga Al !, kau tidak apa-apa kan ?, lihat
tubuhmu sampai seperti itu, kau terlalu keras berlatih.” Katanya khawatir.
“Hehehe. Tidak kok. Tidak apa-apa.” Kata
Aline sembari meringis menahan sakit. Tiba-tiba kepala Aline pun terasa pusing,
ia pun memegangi kepalanya dan ketika ia mencoba untuk berjalan tubuhnya hampir
saja jatuh tertelungkup kedepan. Untung saja Karin langsung memeganginya kala
itu, hingga akhirnya ia tidak jadi terjatuh terhuyung ke depan.
“Haduh, benarkan. Ku yakin kau pasti
kenapa-kenapa.”
“Ah tidak-tidak, sebentar lagi aku pasti
sembuh kok, tinggal istirahat sebentar saja pasti sudah bisa kembali ke keadaan
normal, jadi kau jangan mengkhawatirkanku ya. Hehehe.” Katanya.
Akhirnya Aline memutuskan untuk duduk
beristirahat sejenak dan melihat teman-teman barunya berlatih. Disandarkanlah
punggungnya di tembok kayu di sebuah tempat dimana ia berlatih
sekarang dan perlahan ia
menarik nafas panjang serta menghembuskannya perlahan. Begitu ia terus lakukan
hingga beberapa menit. Hingga pada akhirnya ia memutuskan untuk memejamkan
matanya sesaat seraya menjerihkan pikirannya sesaat. Setelah cukup lama ia
melakukan aktifitas seperti itu, suara seseorang yang tengah berlatih di
hadapannya ketika ia sedang istirahat berhasil membuat matanya terbuka.
“Hey !, kau tidak mau berlatih dengan kami ?”
Kata seseorang anak laki-laki seumuran Aline yang memakai kacamata.
“Ah....baiklah, tunggu sebentar.” Sahutnya
sembari tersenyum simpul kearah pemuda tersebut.
Aline pun bangkit dari istirahat singkatnya
dan berjalan lurus kearah pemuda dan kawan-kawan barunya. Ia pun kemudian
langsung bergabung berlatih pedang bersama mereka. Sebelumnya Aline mendapat
tantangan dari pemuda yang bernama Zero untuk beradu pedang dengannya. Aline
pun menanggapinya dengan senang hati. Diambilnya sebilah pedang kayu dari rak
penyimpanan pedang di sebelah pintu masuk markas
latihan pedang “Blade Shine”.
Diambilnya sebilah pedang kayu yang kini
sudah berpindah ke genggaman Aline dan Zero. Kini mereka berdua saling
berhadapan. Saling menatap mata satu sama lain. Aline dan Zero langsung
membentuk kuda-kuda pertahanan milik mereka. Dihembuskannya nafas Aline sebelum
ia mulai menyerang. Satu detik. Dua detik. Tiga detik. Hingga pada akhirnya
Aline lah yang mulai menyerang.
Diayunkannya pedang tersebut ke sisi kiri
Zero namun, ia berhasil menangkisnya dengan mudah. Begitu sebaliknya dengan
Zero. Hingga pada akhirnya Aline melancarkan sebuah tendangan melayang tanpa
Zero ketahui dan itu sukses membuat Zero jatuh terkapar diatas lantai. Namun
hal itu tidak membuat Zero menyerah begitu saja. Ia pun kembali bangkit dari
lantai tempat ia jatuh.
Sebuah serangan cepat dilancarkan Zero kepada
Aline yang tengah lengah. Namun berkat kejelian dan kecepatan gerakan mata
Aline serta kelincahannya ia berhasil menghindar dari serangan tersebut. Pedang
kayu Aline dan Zero pun saling beradu hingga ditimbulkanlah suara irama
dentuman kayu. ‘Pletak...pletak....pletak.’
Beberapa saat setelah itu, serangan Zero yang
kedua berhasil mengenai Aline. Aline yang merasa kaget pun bukannya menangkis
pedang Zero menggunakan pedangnya melainkan dengan tangannya. Dan hal itu sukses membuat tangan kirinya
sakit bukan main. Kemudian ia pun jatuh terkapar di atas lantai sembari
memegangi tangannya yang sakit.
Melihat hal tersebut, Zero menghentikan
pertarungan mereka. Zero langsung menghampiri Aline beserta teman-teman yang
lain. Ia pun mencoba untuk membantu Aline berdiri dengan mengulurkan sebelah
tangannya untuk Aline.
“Astaga, maafkan aku Al !, apakah sakit ?”
Tanya Zero.
“Hah kau ini, tentu saja itu sakit. Bodoh !”
Seru Karin sambil memberi jitakan mentah diatas kepala Zero.
“Aw. Sakit bodoh !” Teriaknya sembari menelus-elus
kepalanya yang sakit.
“Aduh kalian ini. Aku tidak apa-apa kok !,
tenang saja !. Hehehe.” Katanya sambil
berdiri dan memegangi sebelah tangannya yang sakit.
“Ah Aline....., jangan berbohong.”
“Sungguh. Aku tidak.....Aw !” Katanya yang kemudian terpotong karena begitu
tangannya di gerakkan tiba-tiba ia merasa kesakitan.
“Minggir.” Kata seseorang dibalik kerumunan.
“Cloud ?” Kata Denis kaget.
“Kemarikan tanganmu !” Perintah Cloud dengan
nada datar.
Kemudian Aline pun mengulurkan sebelah
tangannya yang sakit kepada Cloud. Seketika itu juga Cloud langsung memutar
pergelangan tangan Aline dengan gerakan cepat. Dan itu mennimbulkan suara
‘Kretek’ dan teriakan Aline.
“Kyaaaaaaa !!!!” Teriak Aline dengan
kerasnya.
“Maaf jika sakit, bagaimana ?” Tanyanya datar.
“Um.....lumayan, dan hey tanganku bisa
digerakkan. Tapi masih sedikit terasa sakit.” Kata Aline sembari menggerakkan
pergelangan tangannya.
“Terimakasih.” Ucap Aline pada Cloud.
“Hn.” Balasnya singkat dan kemudian ia pun
mulai pergi melenggang meninggalkan Aline.
Komentar