Winter Spring
“Alexander Kei Farron”
Jakarta, Indonesia, 2008
Ku pandangi jam tanganku yang kini
menunjukkan pukul 10 pagi. Itu berarti tinggal 1 jam lagi kami menunggu. 1 jam?
Ya, bagiku itu waktu yang cukup lama. Terlebih lagi, ketika kau harus duduk terdiam
di tengah-tengah orang yang berlalu lalang di ruang tunggu bandara. Aku cek
lagi, kartu boarding passku untuk memastikan bahwa aku sedang berada di gate
yang benar.
Aku pun melirik seorang gadis berambut coklat
panjang yang duduk di hadapanku. Aku pun terheran-heran kepadanya, disaat-saat
seperti ini dia masih bisa saja tertawa riang, dan melucu. Tapi, itulah yang
aku suka darinya. Dia adalah Aileen, seorang gadis yang kukenal semasa aku SMA.
Entahlah, aku seolah tak pernah melihat dia tidak tertawa riang ataupun
tersenyum. Disituasi apa pun, dia pasti bisa mencerahkan suasana orang
disekitarnya untuk ikut tertawa bahagia bersamanya. Termasuk diriku. Walaupun
terkadang, aku tidak pernah memperlihatkan emosiku di depan banyak orang.
Tetapi, aku tidak pernah bisa menyembunyikan emosiku didepannya.
Aku pun terpaksa tertawa kecil ketika melihat
tingkah bodohnya dengan eskrim yang dibawanya. Karena sedang sibuknya ia dengan
dirinya sendiri, ia pun sampai tidak memperhatikan jika ada sebagian eskrim
yang menempel di wajahnya. Tak heran jika Mrs. Florence turut menertawakannya.
Aku pun semakin tertawa dibuatnya ketika, melihat tampang bodohnya, ketika ia
bertanya kepada Mrs. Florence kenapa beliau menertawakannya. Lalu, ia pun
terlihat kaget ketika Mrs. Florence mengeluarkan cerminnya dan memperlihatkan
wajah Aileen yang belepotan penuh dengan es krim.
“Hahaha, Aileen…Aileen, kamu itu dari tadi
tidak sadar ya?” Kata Mrs. Florence tertawa dengan memegangi perutnya.
“Huh, kalian sengaja ya mempermalukanku? Pantesan
saja, orang-orang tadi melihatku sambil tertawa. Kau juga Kei!, kenapa kau
hanya diam saja?” Tanyanya protes.
“Apa urusannya denganku?” Balasku berusaha
untuk tetap menahan emosiku. Lalu, ku ambil sebuah tisu dari dalam tas backpack
yang ku bawa dan ku serahkan padanya. “ Ambil ini.” Sejenak ia pun menyipitkan
matanya ke arahku dan langsung mengambil tisu yang ada di tanganku dengan
kasarnya. “Tunggu saja pembalasanku.” Kata itulah yang kudengar sebelum ia
terdiam dan mengusap sebagian mulutnya yang terkena es krim.
Aku pun kembali menghembuskan nafasku, dan
kembali pada sebuah buku yang ku baca. Ketika aku membolak-balik halaman buku
yang kubawa, tiba-tiba saja perhatianku pun tertuju pada sebuah halaman kosong
yang kini sudah terdapat gambar sketsa Aileen yang pernah kubuat. Lalu,
tiba-tiba saja pikiranku pun kembali pada masa itu. Masa dimana aku pertama
kali bertemu dengannya.
@@@
Sore itu, tepat pukul 3 sore aku terdiam
duduk di atas kursi piano, membaca sebuah partiture lagu yang beberapa jam yang
lalu baru saja diberikan Mrs. Florence kepadaku. Lagu itu berjudul “Tristesse” salah satu lagu Chopin yang
terkenal. Lalu, pandanganku pun beralih pada pintu ruang musik yang terbuka dan
menampakkan sosok Mrs. Florence dan seorang gadis berambut coklat pendek,
dengan tinggi yang hampir menyamai tinggi Mrs. Florence.
“Kei, ini adalah partnermu untuk konser
besok. Kenalkan, dia adalah Aileen, dan Aileen dia adalah Kei.” Aku pun bisa
melihat jika ia tersenyum manis ke arahku. Tetapi aku tetap diam tak bergeming
dan tetap memasang wajah tanpa emosiku. “Oh, orang baru?” Aku pun kembali
mengarahkan pandanganku pada kertas partitur lagu yang ku bawa. Bisa ku rasa
jika kini Mrs. Florence tengah menatap dingin ke arahku. Tak hanya dia saja,
mungkin seseorang yang baru saja dikenalkan Mrs. Florence kepadaku tengah
menatapku dengan ekspresi yang susah diartikan.
“Kei, dari dulu sampai sekarang, bisakah kau
memperbaiki sikap dinginmu itu? Jika kau terus begini, sampai tua pun kau tidak
akan pernah mendapatkan kekasih.” Canda Mrs. Florence yang langsung menarik
gadis itu masuk ke dalam ruang musik. Bisa ku rasakan jika, sedari tadi gadis
itu tengah memandangku dengan tatapan heran. Entahlah, aku tidak bisa
mengartikan tatapan itu. Lalu, ia pun terduduk beberapa meter di belakangku
sambil membuka violin casenya.
“Aileen, ini adalah partitur lagu yang akan
kau mainkan bersama Kei di konser besok.” Kata Mrs. Florence sambil menyerahkan
beberapa lembar partitur lagu kepada Aileen. Bisa kulihat sebuah ekspresi
terkejut pun tergambar di wajahnya.
“Astaga…5 lagu? i…ini banyak sekali.” Jawab
Aileen sambil menghitung kertas partitur yang baru saja diterimanya.
“Ah tenang saja, Kei akan membantumu kok, iya
kan Kei.” Kata Mrs. Florence sambil mengedipkan sebelah matanya kepadaku. Ugh,
apa maksudnya dengan itu? Aku terkadang, sangat membenci guru itu yang selalu
saja menggodaku dan menjodohkanku dengan siapa saja. Aku pun hanya terdiam dan
mendengus menanggapi pernyataan Mrs. Florence barusan. Sedangkan, Aileen, kedua
telingaku dapat mendengarnya tertawa kecil menertawaiku. Bagus, sekarang kau
sudah menjatuhkan imejku di depan anak baru Mrs. Florence.
“Ah ya, aku hampir lupa, hari ini aku ada
rapat tentang konser kalian besok. Kei, kau bisa mengajarinya kan? Aku serahkan
dia padamu ya?” Kata Mrs. Florence sebelum pergi meninggalkan kami berdua di
ruang musik. Hei, sekarang apa lagi? Seenaknya menyuruhku, seharusnya ini
adalah tugas seorang guru mengajari muridnya kan? Sebelum Mrs. Florence
benar-benar melangkahkan kakinya keluar dari ruang musik. Ia pun menepuk
bahuku, dan membisikan sesuatu padaku. “Hei, jangan terlalu dingin padanya,
jika kau terlalu cuek, dia akan meninggalkanmu dan kau akan sendirian.” Sejenak
wajahku pun memerah mendengar ucapan dari Mrs. Florence. Apa-apaan dengan itu?
Setelah kepergian Mrs. Florence suasana
hening pun menyelimuti kami berdua. Tetapi hal itu segera berakhir ketika,
gadis itu, maksudku Aileen berdiri dan memberiku sebuah partitur. “Aku tidak
mengerti ini, lagu ini dimainkan dimana?” Sejenak aku pun menoleh ke arahnya
dan melihat partitur yang kini sudah ada di hadapanku. “Kau tidak mengerti ini?
Ini adalah Do = G yang berarti kau harus memainkannya di G. Kau ini pemain
biola atau apa sih?” Bisa kulihat sebuah tampang terkejut terekspos jelas di wajahnya.
“Memang kenapa kalau aku tidak bisa
memainkannya? Aku hanya bisa memainkan biola dan aku masih belum bisa membaca
notasi dengan lancar. Ada masalah dengan itu?” Balasnya tak kalah ketusnya
denganku. Argh…tiba-tiba saja orang ini makin menyebalkan saja. Baru kali ini,
aku bertemu gadis seperti dirinya, biasanya ketika aku sudah berbicara pedas
pada seorang gadis, maka ia akan langsung menjauh atau menangis.
“Ya, karena kau akan mengacaukan konserku.”
Jawabku singkat.
“Apa? Konsermu? Siapa bilang itu adalah
konsermu? Konsermu adalah konserku juga, kau tidak ingat, kita adalah
partnerkan?” Balasnya dengan meninggikan nada bicaranya 1 oktaf.
“Partner? Aku tidak pernah berkata kau adalah
partnerku.” Satu detik, dua detik, tiga detik. Hening pun menyelimuti kami
berdua. Aku pun mulai berharap jika ia akan berpaling dan meninggalkanku
sendiri.
“Tch. Oke, jangan harap aku akan membantumu
nanti.” Itu adalah kata-kata terakhirnya sebelum meninggalkanku sendiri di
ruang musik.
10 menit telah berlalu semenjak kepergiannya.
Namun, aku tetap saja tidak bisa berkonsentrasi dengan baik. Hei, ada apa
denganku. Hingga pada akhirnya, aku pun memutuskan untuk menghentikan permainan
pianoku dengan rentetan nada yang kacau balau. Aku pun semakin bingung dengan
diriku sendiri, ketika aku memutuskan untuk berdiri dan melangkahkan kedua
kakiku untuk mencari gadis itu. Aku pun mengarahkan pandanganku pada sebuah
ruangan musik di sebelah ruangan musik tempatku berlatih. Aku pun berdiri
mematung beberapa detik lamanya, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk
mengintip dari balik kaca oval yang berada di pintu. Ketika aku mengetahui
sosoknya berada disana, aku pun langsung membuka pintu tersebut dengan sedikit
kasar. Lalu, ia pun berpaling.
“Apa yang membuatmu kemari, huh?” Tanyanya
setelah menghentikan latihannya.
Tanpa menjawab pertanyaan yang keluar dari
mulutnya, aku pun langsung masuk ke dalam ruangan itu. Memandanginya sejenak,
dan langsung menarik lengannya dan membawanya kembali ke ruangan musik pertama
dimana aku dan dia seharusnya berlatih. Aku pun bisa merasakan jika, sedari
tadi tangannya berontak, mencoba untuk melepaskan cengkramanku yang begitu
kuat. “Hei…hei !!! apa yang kau lakukan.”
Aku pun melepaskan tangannya setelah kami
berdua berada di dalam ruang musik, “Kemarikan biolamu, aku hanya akan
mengajarimu sekali ini saja.” Tanpa menunggu jawaban darinya, aku langsung
menyambar biola dan bow yang tengah dibawanya. Membuat sang pemilik biola
berwarna coklat kemerahan itu sedikit tidak terima. Namun, mulutnya yang
terbuka seolah ingin protes kepadaku pun tertutup dan ia pun terdiam, ketika
aku mulai menggesekkan bow yang ku bawa pada biolanya dan memainkan lagu yang tadi
sempat ia tanyakan kepadaku. Ternyata itu adalah lagu Salut de’Amour. Hampir 3
menit berlalu ketika aku memainkan lagu tersebut, dan gadis bernama Aileen itu
pun tampak sangat menikmatinya. Setelah aku menurunkan biolanya yang baru saja
aku mainkan, bisa kulihat sebuah sinar keemasan terpancar dari kedua matanya.
“Wow! Tak kusangka orang sedingin dan sekasar dirimu bisa membawakan lagu
seromantis Salut de’Amour.” Hei, apa yang barusan dikatakannya? Dingin dan
kasar? Apakah ia tidak bisa berterimakasih sedikit setelah aku mengajarinya?
“Terimakasih atas pujiannya.” Kataku sedikit
ketus padanya.
“Woho, tampaknya aku membuat si Raja Konser
ini tersinggung. Tapi sungguh, kau sangat hebat ketika memainkan lagu tadi. Kau
ini pemain biola atau piano sih?”
“Ehem…..sangat maklum untuk seorang jenius
sepertiku bisa menguasai kedua alat musik sekaligus.” Kataku sedikit
menyombongkan diriku didepannya.
“Hah, baru dibilang begitu saja kau sudah
sombong.”
“Sudahlah, aku tidak ingin bertengkar
denganmu lagi dan kembali berlatih.”
Selama latihan, aku tidak pernah dibuat
tenang olehnya. Kenapa? Ya, sedari tadi posisinya dalam bermain biola tidak
pernah benar. Dan itu hal itu juga berpengaruh dalam lagu yang kami mainkan.
Sudah berulangkali pula aku mengingatkan dirinya tentang penjariannya dalam
bermain biola. Dan dia pun tidak pernah benar-benar pas dalam menekan
senar-senar itu. “Hei, turun sedikit!”, “Itu terlalu tinggi!”, “Kau terlalu
cepat!”, “Tekan senar itu lebih keras!” Itu adalah kata-kata yang selalu aku
keluarkan untuk melatih dirinya. Namun, sedari tadi aku melatihnya, tidak ada
kemajuan yang tampak pada dirinya. Sehingga hal itu sedikit membuat diriku
frustasi.
“Hei! Ada apa denganmu!, jika kau memang
susah dalam hal penjarian, kenapa kau tidak memberi tanda di biolamu saja,
huh?” Kataku sedikit kesal dan mengakhiri iringan pianoku. Bisa kulihat
ekspresinya sedikit takut terhadapku. Hal itu terbukti dengan prilakunya yang
langsung menundukkan wajahnya. Aku pun menghela nafas panjangku. “Berikan aku
biolamu.” Kataku yang langsung mengambil biola yang dibawanya. “Sekarang
perhatikan aku memainkannya satu kali lagi.” Dengan hati-hati aku mulai
memainkan lagu terakhir yang kami berdua mainkan. Aku pun mencoba memainkan
lagu itu dengan penuh perasaan, aku pun menutup mataku sejenak untuk
mendapatkan rasa dari lagu yang aku mainkan. “Setidaknya, cobalah untuk
memahami lagu yang akan kau mainkan, jika kau berhasil melakukannya, aku yakin
masalah penjarian tidak akan berarti lagi buat kamu.” Kataku disela-sela
permainan biolaku.
Aku pun menghentikan permainan biolaku dan
menyerahkan biola itu kembali pada pemiliknya. “Kita akan istirahat sebentar.”
Ketika aku sudah melangkahkan kakiku untuk pergi meninggalkannya, aku pun
berbalik sebentar dan mengingatkannya agar ia bisa memperbaiki kesalahannya
yang tadi di latihan selanjutnya. Lalu, kecelakaan itu pun terjadi. Tiba-tiba
saja, kedua kakinya tersandung karpet ruang musik yang sedikit menggunung dan
ia pun terjatuh tepat di atasku. Astaga, wajahnya terlalu dekat. Bahkan aku pun
bisa melihat betapa merah wajahnya pada saat itu. Tapi, aku yakin tidak hanya
wajahnya saja yang memerah karena kejadian itu, namun wajahku juga pasti
memerah dibuatnya. Menyadari posisi kami yang seperti itu, bisa kurasakan jika
jantungku mulai berdebar-debar seperti seseorang tengah memainkan jantungku bak
sebuah drum. Lama kami berada di posisi itu, tiba-tiba saja aku pun mendengar
suara seseorang berdehem. Ketika aku menolehkan kepalaku ke belakang aku pun
mendapati Mrs. Florence tengah berdiri di ambang pintu ruang musik yang terbuka
sambil tersenyum.
“Wah, tampaknya aku sedang mengganggu kalian
ya?”
“Astaga, Mrs. Flo! Sungguh ini tidak seperti
yang anda pikirkan!” Serunya seraya bangkit dari jatuhnya.
“Ehm…masa muda itu memang sangat menyenangkan
ya?” Goda Mrs. Florence. Sial, ini semua gara-gara dirinya. Jika orang itu
lebih memperhatikan langkahnya dan tidak ceroboh, pasti kejadian ini tidak akan
terjadi. Kini, disinilah diriku, menyendiri di dalam perpustakaan dan
menyibukkan diriku diantara buku-buku yang tersusun rapi di rak-rak
perpustakaan. Entah kenapa, semenjak kecelakaan itu, pikiranku pun tidak dapat
fokus. Sedari tadi pun aku hanya bisa membolak-balik buku musik yang tengah
kubaca. Hei, kenapa aku jadi memikirkan kejadian itu lagi sih? Sungguh, ini
semua gara-gara gadis bodoh itu. Jika saja tadi aku tidak bertemu dengannya,
pasti aku tidak akan pernah terlibat dengannya.
Tiba-tiba sebuah pensil yang kubawa
menggoreskan sesuatu di atas kertas kosong dari halaman buku yang kubaca.
Ketika aku menyudahi aktifitas menggambarku itu, betapa terkejutnya diriku
ketika aku mendapati objek yang kugambar itu adalah sosok gadis bernama Aileen.
Seorang gadis yang sukses membuat jantungku berdebar-debar hanya gara-gara
kecelakaan aneh itu. Astaga, apa yang merasuki diriku? Kenapa tiba-tiba aku
jadi memikirkannya? Lalu tiba-tiba saja handphoneku pun bergetar. Ketika aku
melihat layar homscreenku, tertera sebuah nama Mrs. Flornce muncul disana.
Ternyata itu adalah pesan dari Mrs. Florence yang mengatakan agar aku cepat
kembali ke ruang musik dan kembali berlatih.
Tanpa mau berlama-lama lagi di perpustakaan,
aku pun segera merapihkan barang-barangku yang berserakan di atas meja dan
membawa beberapa buku bersamaku. Ketika Mr. Denis, penjaga perpustakaan sekolah
tengah sibuk mendata buku-buku yang kubawa, aku pun menggeleng-gelengkan
kepalaku dan berusaha untuk membuang jauh-jauh kecelakaan aneh hari ini
bersamanya.
Nippon Airlines, 2008
Ku tarik sudut bibir bagian atasku untuk
membentuk seulas senyuman ketika aku mengingat-ingat kejadian-kejadian lucu
bersama dirinya. Lalu, kupandangi lagi coretan gambar yang kubuat di halaman
paling belakang buku itu dan menyadari seberapa miripnya gambar yang aku buat
dengan wajah seorang gadis yang kini tertidur pulas di sebelahku. Ketika aku
melihat buku yang kubawa itu dengan teliti, betapa terkejutnya diriku jika buku
yang kubawa itu adalah buku perpustakaan sekolahku yang belum sempat aku
kembalikan.
Aku pun mengakhiri kegiatan membacaku dan
menutup buku yang kubawa, ketika aku menyadari seorang pramugari dengan troli
makanannya berhenti tepat disebelahku. “Excuse me sir, do you want Japanese
food or Western food?”
“2 boxes of Japanese food please?” Kataku
dengan tersenyum.
“Then for the drink, do you want juices,
softdrink, wine or else?” Kata pramugari itu sambil menyerahkan 2 kotak makanan
itu ke tanganku.
“2 orange juice please?”
“Ah, here mister, enjoy the food and have a
joyful trip.”
“Hai, arigato gozaimashita.”
Setelah menerima paket makanan dari parmugari
itu, aku pun membuka meja lipat yang ada di belakang kursi penumpang dan
meletakkan makanan dan minuman itu disana. Aku pun berniat untuk membangunkan
Aileen yang sudah tertidur pulas, tapi segera kuurungkan niatku ketika aku
menyadari betapa damai wajahnya ketika ia sedang tidur.
Tanpa kusadari aku telah memandangi wajahnya
selama kurang lebih 3 menit lamanya. Astaga, apa yang terjadi padaku? Kenapa
tiba-tiba aku sangat ingin untuk menyentuh wajahnya? Aku pun segera kembali ke
posisi duduk normalku dan menyandarkan kepalaku pada sandaran kursi. Jantungku
pun mulai berdebar lagi dan lagi, aku pun mulai bertanya-tanya pada diriku
sendiri, kenapa aku selalu seperti ini jika bersamanya? Aku pun meletakkan
tanganku diatas dada kiriku dan mencoba untuk merasakan setiap detakan yang
dibuat oleh jantungku yang kini sudah berdetak dengan tempo yang sangat cepat.
Tiba-tiba saja aku merasakan ada sesuatu yang
jatuh di pundak sebelah kananku. Ketika aku menolehkan kepalaku, aku pun
mendapati sosok Aileen yang tengah tertidur pulas di pundakku. Entah kenapa,
tiba-tiba saja pandanganku terkunci pada sosoknya yang tengah tertidur, dan
jantungku kembali berdegup dengan sangat kencang ketika aku mendapati wajahku
mendekat secara perlahan ke wajahnya. Tidak, ini salah, aku harus
menghentikannya. Astaga, tapi kenapa dengan tubuhku? Kenapa mereka tidak mau
berhenti?
Ketika wajah kami berdua tinggal beberapa
senti saja, aku bisa mendapati hembusan nafasnya yang teratur menerpa wajahku.
Lalu, sedetik kemudian, aku pun bisa merasakan kehangatan yang tiba-tiba
menjalar secara perlahan dari bibirku. Kenapa aku tampak seperti orang mesum
yang mencuri ciuman seorang gadis? Lama aku berada di posisi itu, membuat
diriku jantungku kembali berdetak diluar kendali. Lalu, aku pun mulai
menyadari, bahwa aku ingin terus bersamanya, bahwa aku tidak ingin terpisah
darinya, bahwa aku sangat sangat menginginkannya untuk terus berada di sisiku.
Mungkin saat ini, aku hanya bisa mengatakan hal ini di dalam hatiku, dan
mengubur masalah ini dalam-dalam, bahwa aku mencintaimu Aileen.
Komentar