Di dalam rumah itu
Karin menyuruh Aline untuk mengganti gaunnya dengan baju milik Karin. Hingga
kemudian mereka bertiga tengah berkumpul di ruang keluarga Karin. Disana Kakek
Karim memberi tahu Aline jika kini waktunya sudah dekat. Waktu untuk dunia
cermin berperang dengan pasukan Medussa. Namun, tampak disana sedikit keraguan
di wajah Aline. Ya, bagaimana tidak, ia baru saja disini. Bahkan, ia hanya
mendapat pelatihan satu hari saja disana dan satu hari lagi bersama Sirius.
Namun, kini segala
keraguan-keraguan itu sedikit demi sedikit telah terhapus dari setiap lekukan
wajah Aline, setelah Kakek Karim menceritakan tentang perjalanan kakek buyutnya
disini. Semua tentang kakek buyutnya diceritakan olehnya. Hingga kakek buyutnya
itu harus dihadapkan peperangan dalam waktu seminggu ia berada di dunia cermin.
Dan itu berarti, Aline masih beruntung masih bisa diberi kesempatan untuk
melatih kekuatannya walau hanya sebentar.
“Kurasa kau sudah
waktunya aku berikan ini. Karin, tolong ambilkan benda itu di meja.” Kata Kakek
Karim sembari menunjuk ke arah sebuah meja yang terdapat di dapur.
“Terimakasih.”
Kata Kakek Karim.
“Sama-sama.”
Balasnya.
“Apa itu ?” Tanya
Aline pada Kakek Karim seolah ingin tahu akan apa yang ada di dalam persegi
panjang besar itu.
“Buka saja.”
Perintah Kakek Karim.
“Sebuah pedang ?
untuk apa kau berikan pedang ini padaku ?” Tanyanya terheran-heran.
“Sebenarnya itu
adalah pedang sekaligus sebuah senjata yang menyerupai senapan angin. Tapi ini bukanlah
senapan angin biasa. Senjata ini
menggunakan laser untuk menembak selain
itu senjata ini juga menggunakan sihir untuk amunisinya. Sehingga benda ini
tidak perlu amunisi. O ya, pedang ini juga sangat istimewa karena pedang ini
dibuat dengan menggunakan setetes darah dari Burung Phoenix dan setetes darah
dari Pegasus. Dan kau bisa melihat replika mereka di dalam kristal berbentuk
bola yang diletakkan di dalam lubang pedang itu. Selain itu, kau bisa memanggil
roh mereka sebagai robot untuk melindungimu.” Jelas Kakek Karim panjang lebar.
“Tapi aku sudah
memiliki seekor anima.” Balas Aline.
“Anima? Kapan kau memilikinya.” Kata
Kakek Karim sambil melirik kearah Karin.
“Hehehe. Aku hanya
coba membantu.” Kata Karin dengan cengiran lebar tak berdosa.
“Baiklah, itu terserah
kau mau menggunakan mereka atau tidak. Karena, mereka dirancang untuk melakukan
hal itu. Jika Sirius membutuhkan bantuan, maka panggillah mereka.”
“Bagaimana cara
memanggil mereka ?”
“Hanya kau yang
tahu caranya.”
“Baiklah, lalu
siapa yang membuat senjata ini ?”
“Sebenarnya ini
dari Blade, dia menyuruhku untuk memberikan ini padamu. Karena dia rasa kau
sudah siap untuk menerimanya.”
“Kau tahu, jika
kau ingin latihan maka kau bisa latihan di ruangan virtual. Dan itu sangat
aman, daripada kau harus berlatih di luar, maka hal itu bisa membahayakan
nyawamu.” Tambah Kakek Karim lagi.
Kemudian Karin
membawa Aline ke dalam sebuah ruangan yang setiap ruangannya kini telah di
penuhi oleh teknologi-teknologi canggih. Di ruangan itu, terdapat beberapa alat
yang menyerupai kacamata. Dan kacamata itu berfungsi sebagai alat pelatih
virtual 3D. Kau seolah bisa mengalami
semua kejadian yang telah disetting dalam kacamata itu.
Kini Karin
memutuskan untuk meninggalkan Aline sendiri di tempat itu. Karena, ia harus segera
menghadiri rapat pertemuan dengan para tetua Kota Divia.
“Al, aku tinggal
kau disini dulu ya ?, aku harus menghadiri rapat penting. Hehehe.” Kata Karin
sambil tertawa lebar.
“Hey, tunggu !
lalu bagaimana dengan keberadaanku di dunia nyata ?. Teman-temanku pasti akan
mencariku. Dan tentunya aku sudah berjanji dengan kedua orangtuaku untuk
kembali pulang. Jika aku disini maka.....”
“Sudahlah, kau
tidak usah khawatir, semua itu sudah ditangani ! jika kau ingin tahu
selengkapnya kau bisa tanya pada Kakek. Hehehehe. Sudah ya ! nikmati latihanmu
disini. Hehehe.” Kata Karin yang kemudian langsung berlari keluar dari ruangan
itu.
Kini sesosok gadis
berambut pirang panjang itu telah pergi meninggalkan Aline sendiri di dalam
sebuah ruangan serba canggih. Aline pun bingung harus melakukan apa. Ia
berjalan mondar-mandir kesana kemari namun, tidak menemukan sesuatu untuk
dilakukan. Hingga kemudian terbesit di pikirannya kala itu untuk mencoba alat
virtual yang dibicarakan Karin.
Ia pun berjalan
perlahan menuju sebuah meja kecil yang diatasnya terdapat sebuah alat bak
sebuah kacamata. Dengan gerakan pelan ia mengambil kacamata itu dan
menimang-nimang. Ia memutar balikkan kacamata yang kini sudah berada di
genggamannya. Untuk pertama kalinya ia bingung bagaimana untuk menggunakan alat
itu. Hingga kemudian ia memutuskan untuk memakai kacamata itu. Dan secara
tiba-tiba muncullah sebuah gambaran dari layar kacamata yang ia
kenakan.Terdapat 3 buah menu pilihan yaitu advanture, sci-fi, dan horror.
Kemudian jari telunjukknya ia arahkan pada sebuah tulisan yang bertuliskan
sci-fi.
Secara tiba-tiba
Aline berada di sebuah dunia yang sangat aneh. Dimana dunia itu sudah rusak
parah. Banyak pepohonan tumbang, mayat-mayat tersebar dimana-mana. Dan sebuah
besi tua raksasa mirip sebuah bangkai robot dan kapal terbang tergeletak
dimana-mana. Terlihat dari kejauhan sebuah asap mengepul dan membumbung tinggi
hingga ke angkasa. ‘Ini masih baru.’ Pikir
Aline kala itu. Dalam dunia virtual itu ia melangkahkan kakinya perlahan. Tak
didapatinya secuilpun nyawa yang masih tersisa dari berjuta-juta tubuh yang
tidur tak berdaya.
Hingga kemudian
sebuah serangan mendadak ia dapati dari sebuah kapal terbang yang terbang
dengan kecepatan tinggi hampir menabrak Aline. Tanpa disadarinya pesawat itu
melancarkan sebuah tembakan laser kearahnya. Refleks. Ia pun berlari sekencang
mungkin. Tepat di depannya kala itu berdirilah sebuah robot raksasa yang telah
bersiap untuk menghancurkan dirinya. Karena tak ada pilihan lain, Aline meninju
robot itu sampai hancur berkeping-keping.
Satu jam telah
berlalu, dan Aline masih saja berkutat dengan latihan virtualnya. Hingga
akhirnya sebuah suara mengagetkannya dan membuat konsentrasinya hilang. Dan itu
sukses membuat dirinya yang ada di dalam latihan virtual itu tertembak, dan
akhirnya muncullah sebuah tulisan ‘GAME OVER’.
“Kau mengagetkanku
!!!, cepat sekali kau kembali.”
“Apa katamu ?
cepat ? ini sudah satu jam lebih. Ayo aku ajak kau ke Kakek Karim. Katanya kau
ingin bertanya masalah tadikan ?” Kata Karin.
“Wahaha, tumben
kau masih ingat ! hahahaha.” Kata Aline yang kemudian tangannya di tarik oleh
Karin dan berlari menuju tempat dimana Kakek Karim berada. Dan seperti biasa
Kakek Karim kini sedang berada di ruangan kerjanya.
“Kakek !” Seru
Karin dari luar ruangan Kakek Karim.
“Masuk saja.”
Balas Kakek itu yang kemudian diikuti oleh suara pintu yang terbuka ke samping.
“Um kek, Aline
ingin bertanya padamu.”
“Bertanya apa ?”
“Karin bilang jika
liburan ini aku harus disini untuk menyelesaikan latihanku. Dan aku bingung, lalu
bagaimana dengan teman-temanku, dan keluargaku ?. Apakah mereka tidak curiga
kalau aku tidak ada ? kan rasanya aneh kalau aku menghilang tiba-tiba.” Kata
Aline.
“Hahaha. Kau
tenang saja. Semua itu sudah diatur.”
“Diatur bagaimana
?” Tanya Aline penasaran.
“Ya, kami sudah
mengirim sebuah boneka pengganti untukmu. Dia hanyalah sebuah roh peri
hutan yang dimasukkan kedalam boneka yang
dibuat menyerupai dirimu. Kami sudah mencarikan beberapa roh
peri hutan yang memiliki
kesamaan seperti dirimu. Walau tidak sepenuhnya mirip, dan itu sudah kami kirim
ke dunia mu semenjak pesta dansa.” Jelas Kakek Karim.
“Bagaimana
bisa......”
“Sudahlah.
Sekarang kau kan sudah tahu jawabannya, dan sekarang kau ikut denganku !” Kata
Karin sambil menarik tangan Aline.
“He ?, aduh hey
Karin ! kau bisa pelan-pelan tidak sih !, santai sedikit tidak bisa ya ? sudah
berapa kali kau perlakukan aku seperti ini, huh ?!” Bentak Aline seketika
sembari melepaskan tangannya dari gengaman erat milik Karin.
“Hehehe maaf,
bukan maksudku seperti itu.” Kata Karin tanpa rasa bersalah sedikit pun
ditambah lagi dengan cengiran khas dirinya.
“Lalu maksudmu apa
?”
“Ah sudah lah,
sekarang kita segera pergi ke markas. Seluruh Xerro sudah menunggumu disana.”
Kata Karin.
Di dalam markas
Xerro 14 seluruh anggota sudah berkumpul dan tengah memadati sebuah meja berbentuk
oval panjang yang dipenuhi oleh beberapa
kursi. Setelah gerbang besar itu tertutup rapat, kedua gadis pendatang itu
langsung duduk di tempat mereka masing-masing dan langsung mengadakan rapat
mereka.
“Ada apa kita
semua dikumpulkan kemari ? apakah kalian ingin mengadakan rapat lagi ?” Tanya
Aline membuka percakapan.
“Kita ingin
persetujuanmu dan rencanamu.” Kata Zerro.
“Apa maksudnya ?”
Tanya Aline semakin tak mengerti.
“Tadi para tetua
sudah memutuskan untuk membawamu kembali kesini untuk menyempurnakan ilmumu.
Dan untuk mengantisipasi serangan Medussa selanjutnya. Selain itu para tetua
Kota Divia tidak ingin melibatkan orang-orangmu dalam masalah ini. Apalagi
mereka sampai mengetahui portal penghubung dunia cermin dan duniamu. Medussa
pasti akan berpikir untuk semakin memperlebar kekuasaannya.” Jelas Denis
panjang lebar pada Aline.
“Lalu ?” Tanya
Aline lagi.
“Kau akan tetap
disini dan menerima pelatihanmu.” Jelas Cloud singkat.
“Ditambah lagi
sebuah situasi darurat tengah disebar luaskan keseluruh penjuru kota jika
Medussa sudah mulai bergerak. Walau tidak secara terang-terangan.” Tambah Cloud
lagi.
“Ya, dan kudengar
mereka menculik beberapa anak remaja dan anak kecil dari beberapa perguran yang
ada di kota ini dan mencuci otak mereka dengan bualan-bualan mereka. Kejadian
ini sama seperti kejadian 10 tahun yang lalu.” KataVlouchi membuka suara.
“Dan pastinya
tujuan Medussa dan tentaranya kesini tidak hanya itu. Dia pasti ingin membunuh
Raja Lucis yang sekarang, dan mengambil alih kekuasaanya. Kita harus bisa untuk
mengantisipasi hal tersebut.” Kata Feti yang tengah duduk disamping Vlouchi.
Sudah 2 jam
lamanya mereka membicarakan rapat ini namun tidak kunjung usai juga. Hingga jam
telah menunjukkan pukul 11 malam waktu dunia cermin mereka semua memutuskan
untuk mengakhiri rapat mereka.
aaa
Sepulang dari
rapat itu, Aline langsung menjatuhkan tubuhnya diatas sebuah ranjang empuk
milik kediaman Karin. Dan langsung memejamkan matanya sejenak. Sebelum akhirnya
ia bersuara dan mengakatakan kepada gorden itu untuk menutup gordennya. Dan
bertepuk tangan sebanyak dua kali seraya untuk mematikan lampunya. Setelah
beberapa menit kemudian sosok gadis yang tengah berada di atas ranjang itu
tengah menutupkan matanya rapat-rapat dan berhasil tertidur pulas.
Namun, ketika jam
demi jam, menit demit menit hingga detik demi detik telah berlalu begitu cepat.
Sebuah mimpi aneh layaknya 3 hari yang lalu, kini singgah untuk sementara di
alam bawah sadarnya. Sebuah mimpi dimana ia melihat seluruh orang tengah
berperang memperjuangkan sesuatu. Seluruh kota dan seisinya nampak porak
poranda. Hingga ratusan korban berjatuhan.
Kemudian 2 buah
bola matanya tanpa sengaja menangkap sesosok pria tua berjanggut putih panjang
tengah mengenakan sebuah jubah berwarna merah keemasan sedang turun dari sebuah
burung api legenda yang dinamakan Phoenix. Perlahan, kedua kaki rentanya
berjalan kearah Aline. Hingga kemudian jari telunjuk lelaki tua itu menyentuh
dahi Aline dengan perlahan.
“Aline. Kau sudah
tumbuh dewasa rupanya. Dulu ketika aku terakhir kali aku melihatmu kau masih
sekecil ini.” Kata lelaki tua itu sembari melepaskan jari telunjuknya dan
membuat sebuah bulatan kecil dari jari-jemarinya itu.
“Tidakkah kau
mengenaliku ?” Tanya lelaki tua itu.
Aline pun semakin
mengernyitkan dahinya, pertanda ia tak mengerti apa yang dimaksud oleh lelaki
tua berjanggut putih ini. Hingga pada akhirnya kedua matanya mengarah kepada
sesosok burung api legenda raksasa yang disebut Phoenix itu. Sejenak ia
berpikir. ‘Apakah itu Alexader ? kakek
buyutku ?’. Kemudian ia pun tersadar akan siapa orang itu sebenarnya. Dan
ya, akhirnya ia memantapkan pikirannya dan berkata bahwa sosok lelalki tua itu
adalah kakek buyutnya.
“Kau....Alexander.
Kau kakek buyutku.” Katanya setengah berbisik.
“Akhirnya kau
menyadarinya. Aku kemari ingin meyakinkanmu sesuatu. Kau lihat ini ? ini adalah
sebuah situasi dimana nantinya kau akan mengalaminya dalam waktu dekat. Dan
ingatlah jika muncul sebuah kekuatan yang besar maka akan muncul pula sebuah
tanggung jawab yang besar. Kekuatan itu digunakan untuk melindungi, tidak untuk
menghancurkan. Kau bisa lihat orang berjubah hitam yang disana.” Kata Alexander
sambil menunjuk seseorang berjubah hitam tengah menghantamkan halilintar pada
seluruh orang yang menyerangnya.
“Siapa dia kek ?”
Tanya Aline.
“Aku tidak tahu
siapa dia, tapi nantinya kau akan mengetahuinya. Jangan pernah menyalahgunakan
kekuatan besarmu layaknya orang yang disana itu. Kini kau sudah menjadi seorang
pelindung baru dari Divia, menggantikanku. Dan kini kekuatan itu telah mengalir
seluruhnya ditubuhmu.” Kata Alexander sembari menyetuh dahi Aline kembali untuk
beberapa saat.
“Aku tak mengerti,
apakah kejadian ini semua akan aku alami ?. Dan apakah ini penyerangan Medussa
pada Kota Divia ?” Tanya Aline.
“Ya, kau benar.
Itu semua akan kau alami dalam waktu dekat.”
“Lalu, bagaimana
bisa aku mengalahkan Medussa. Aku, aku masih belum mahir untuk menggunakan
kekuatan ini.”
“Kau akan
menemukan jawaban itu sendiri. Hanya kau yang bisa melakukannya. Sekarang aku
harus pergi.” Kata lelaki tua itu untuk yang terakhir kalinya sebelum akhirnya
ia menghilang dengan perlahan terbawa oleh hembusan angin.
Sebuah layar besar
yang berada tepat di depannya kala itu membunyikan sebuah suara musik seraya
untuk membangunkan Aline yang kini tengah tertidur pulas diatas ranjangnya.
Mendengar suara musik itu makin keras Aline malah semakin menutup telinganya
dengan bantal dan melanjutkan tidurnya. Lalu layar itu tidak mau kalah oleh
Aline. Hingga akhirnya sepasang lengan robot keluar dari samping kanan dan kiri
layar itu dan mengguncang-guncangkan tubuh Aline yang masih tergeletak di atas
ranjang.
Tersadar jika
sesuatu tengah menyentuhnya, Aline pun bangun dan menggeliat bak seekor cacing.
Ia mengucek-ngucek matanya dan melihat sebuah wajah emo kesal terpampang jelas
di depan matanya. Kemudian layar yang kini berada di depannya itu berbicara
padanya.
“Seharusnya kau
sudah bangun ketika aku membunyikan alaram.”
“Ahhhh. Iya-iya,
aku ini kan sudah bangun. Terimakasih sudah membangunkanku.” Kata Aline
berbicara pada layar itu. Kemudian layar yang kini berada di hadapannya itu
memasang sebuah wajah emo tersenyum.
“Sekarang aku mau
mandi. Bodoh sekali aku berbicara dengan layar. Dia kan benda mati. Apa aku
sedang mimpi ?” Bisik Aline pelan. Kemudian tanpa sadar sebuah tangan besar
tengah memukul pantat Aline dengan kerasnya. ‘PLAK !’.
“Aduh. Apa yang
kau lakukan ?”
“Aku bukan benda
mati, tapi hidup.” Kata layar itu padanya.
“Ah iya-iya. Aku
minta maaf.” Kata Aline dengan cepat-cepat
mengambil pakaiannya dan kemudian menjulurkan lidahnya seraya mengejek pada
robot itu. Karena ia tidak mau mengambil resiko pantatnya akan dipukul lagi,
Aline langsung berlari masuk kedalam kamar mandi dan langsung menutup pintunya.
Di ruang makan
terlihat anak perempuan dari Kakek Karim tengah sibuk menyiapkan makan pagi
bersama Karin dan sebuah robot android. Kini semuanya telah tertata rapi di
atas meja setelah mendapat sentuhan terakhir beberapa piring yang diletakkan
terbalik di atasnya. Sebuah suara menggelegar terpatul di setiap sudut-sudut
ruangan memanggil nama Aline. Hingga kemudian turunlah sesosok gadis yang
tengah dipanggil namanya itu. Namun sayang ketika ia akan turun dari lantai
atas Aline harus terpeleset dari tangga dan jatuh tersungkur di atas lantai.
“Hahahahaha. Kau
ini bagaimana sih ? masa’ begitu saja kau bisa jatuh ?” Ejek Karin sambil
tertawa terbahak-bahak.
“Aduh. Sakit
sekali. Huh, kau ini bagaimana sih ! ada temannya yang terjatuh malah
ditertawakan !” Gerutu Aline pada Karin. Melihat tingkah mereka berdua anak
dari Kakek Karim hanya bisa tersenyum pada mereka berdua.
Di sebuah tempat
mereka latihan seperti biasa sudah nampak beberapa anggota Xerro yang tengah
menunggu Aline dan Karin sambil berlatih. Terlihat beberapa diantara mereka
yang berlatih dengan menggandakan diri mereka dan terlihat juga beberapa teman
mereka yang tengah berlatih dengan anima miliknya.
Ya, siapa lagi dia kalau bukan Feti dengan anima
kucing rakasasa miliknya.
“Hey, kalian
berdua lama sekali !” Seru Vlouchi sembari bangkit dari jatuhnya.
“Hehehe. Maaf,
tadi kami sedikit mengalami masalah kecil.” Jelas Karin.
“Baiklah, tadi
Guru Grey meminta kami untuk segera melatihmu. Karena ia tidak bisa melatihmu
untuk sementara ini, karena ia harus menjalankan sebuah tugas dari tetua
Divia.” Jelas Zero.
“Lalu siapa yang
akan melatihku ?” Tanya Aline.
“Bagaimana kalau
kau melawanku dan kawananku. Hitung-hitung kau bisa sekalian berlatih kan ?”
Tawar seorang gadis berambut coklat pendek bertubuh tinggi yang biketahui
bernama Rani yang kemudian mulai menggandakan dirinya.
“Ha ?” Kata Aline
tebengong.
“Hahaha. Iya kau
pasti tidak percayakan. Kemampuanku adalah menggandakan diri. Hahahaha, siap
atau tidak kami datang !!!!” Kata mereka serempak pada kalimat terakhir dan
mulai menyebar untuk mengepung dan menyerang Aline.
Melihat kini dirinya tengah terkepung oleh beberapa Rani
disana. Aline pun langsung melarikan diri dengan menggunakan ‘flash’ miliknya.
Namun, Rani tak mau kala begitu saja dengan Aline. Hingga Rani mengeluarkan
sebuah sulur tanaman dari dalam tanah untuk mengikatnya. Dan sulur itu sukses
membuat Aline terikat dengan erat. Terlebih lagi disana Rani menambahkan
beberapa duri-duri di sulur tanaman tersebut. Dan hal itu sukses membuat Aline
terluka kecil. Sehingga hal itu
mempermudah Rani untuk menyerangnya.
Karena dianggap sang lawan sudah tidak bisa berbuat
apa-apa Rani dan kawanannya langsung menyerang Aline yang tengah terikat tak
berdaya disana. Hingga kemudia Aline pun langsung mendapatkan sebuah ide untuk
menggunakan kekuatan apinya untuk membebaskan dirinya. Sedetik kemudian Aline
pun terbebas dari sulur-sulur yang menjerat dirinya. Kini seluruh tubuhnya
tengah diselimuti oleh kobaran-kobaran api yang berwarna biru. Rani pun meninju
Aline namun hal itu malah membuat klon Rani itu menghilang menjadi
gumpalan-gumpalan asap putih.
Dan kini saatnya Aline untuk menyerang balik Rani. Namun,
sesuatu menghambat Aline kala itu. Dimanakah Rani yang asli ?. Ia tidak bisa
membakar semua Rani yang ada disini. Karena ia takut jika Rani yang asli akan
terkena dan terbakar. Kemudian dengan pemikiran yang sederhana Aline langsung
saja memukul kedua Rani yang ada di samping kanan dan kirinya tentunya dengan
tengan masih dipenuhi oleh kobaran api biru.
Beberapa detik kemudian timbullah suara “POF” dan
menghilanglah kedua Rani yang berada di samping kanan dan kirinya. Kini hanya
tersisa 3 orang Rani yang ada di hadapannya. Berulang kali ia terkecoh oleh
gerakan-gerakan lincah Rani dan kedua kawanannya. Namun, ia berhasil lolos.
Hingga pada suatu ketika suatu kesempatan kosong berhasil dicuri oleh Aline
untuk menghabisi ketiga Rani itu. Namun, ketika ia memukul salah satu Rani
kedua Rani langsung menghilang begitu saja. Dan bertepatan saat itu juga sebuah
tendangan dan pukulan dilancarkan pada Aline dan terjatuhlah dirinya diatas
sebuah rerumputan hijau.
“Hah....huh....tak kusangka ternyata pukulanmu keras
sekali. Kurasa rahang bawahku sedikit kesleo. Hahaha.” Kata Rani sambil duduk
tersungkur dan mengusap darah yang menetes di bibirnya.
“Hehehe.Kau juga begitu. Tendanganmu juga keras sekali.
Sampai-sampai membuat perutku sakit. Hahaha.” Balas Aline sambil tertawa khas
dirinya.
Kemudian mereka semua berlarian kearah mereka berdua.
Terlihat raut khawtir di wajah Karin dan Feti. Dengan menjulurkan tangan
kanannya pada Aline. Feti langsung membantu mengangkat Aline setelah ia
menggapai uluran tangannya. Semua orang
langsung berdiri mematung melingkari Aline yang tengah terhuyung-huyung berdiri.
Semua menatapnya dengan pandangan khawatir.
“Kau tak apa ?” Tanya Denis seraya memberikan uluran
tangannya kepada Aline.
“Tidak, aku tidak apa-apa. Terimakasih sudah membantuku
berdiri.” Kata Aline agak sedikit terhuyung dari berdirinya.
“Maaf jika tendaganku tadi begitu keras.” Kata Rani.
“Aku juga minta maaf jika pukulanku membuat rahang
bawahmu sedikit kesleo.” Balas Aline.
“Hahahaha. Ini sudah tidak apa-apa. Untung saja aku punya
kekuatan air. Jadi, aku bisa membenahi sendiri rahang bawahku hahaha. Maaf
sudah membuat dirimu khawatir.” Jelas Rani sambil tertawa geli.
“Apa ?!. Ah sudahlah lupakan saja. Aku tidak mau
mengurusi hal sepele semacam itu.” Kata Aline yang kemudian langsung pergi
meninggalkan padang rumput hijau nan luas dan langsung pergi bersandar pada
sebuah pohon besar tidak jauh dari tempat ia bertarung bersama Rani.
Aline pun mulai menyandarkan punggungnya pada batang
besar pohon tersebut. Ia meletakkan kedua tangannya dibelakang kepalanya.
Itulah kebiasaanya ketika ia sedang lelah. Karin pun meneriakinya untuk kembali
berlatih. Namun, hal itu tidak didengarkannya, dan ia hanya menganggap itu
sebagai angin lalu saja. Ia masih saja asyik menikmati desiran-desiran angin
yang sejuk kala itu. Ditambah lagi dengan suara gesekan-gesekan dedaunan dan
ranting pohon yang bersatu padu membentuk sebuah harmonisasi irama yang sangat
indah di telinga.
Tiba-tiba saja pohon itu bergerak perlahan
menggoyang-goyangkan ranting serta batangnya. Namun, hal itu tidaklah
diperdulikan oleh Aline karena ia sudah sangat kelelahan. Dan ia hanya menganggap
hal itu sebagai efek tiupan angin pada pohon yang tengah ia sandari saat ini.
Namun, semakin lama pohon itu semakin bergoyang dengan keras dan semakin
merontokkan dedaunan-dedaunan kering miliknya. Hingga pada suatu ketika pohon
besar itu menggerak-gerakkan rantingnya dan menyentuh hidung Aline untuk
beberapa kali.
Aline hanya menganggap itu sebagai gangguan-gangguan
kecil dari serangga-serangga sekitar. Sedikit demi sedikit pohon itu semakin
menjadi-jadi. Hingga pada suatu saat terdengarlah suara yang berat di telinga
Aline.
“Hohohoho. Haloooo.....” Kata suara itu.
“Ah...apa sih ! sudah kubilang aku ini sangat lelah !”
Kata Aline sambil berusaha untuk menyingkirkan ranting-ranting itu dari
wajahnya. Tapi, tanpa Aline sadari ranting itu malah menusuk-nusukkannya pada
wajah Aline dan pada tubuh Aline yang lain.
“Ih ! ini apa sih ! kalin bisa .....” Kata Aline
terpotong. Kemudian matanya terbelalak lebar ketika ia melihat suatu fenomena
aneh. Dan hal itu tak lain dan tak bukan adalah sebuah pohon besar yang ia
sandari memiliki wajah dan berkumis. Selain itu pohon itu berbicara kepadanya.
“Hai...” Kata pohon itu dengan suaranya yang berat.
“WAAAAA !!!!! ADA MONSTER !!!!” Teriak Aline sambil
berdiri kaget.
“Ha ?! apa ? ada monster !!!!” Balas pohon itu dengan
berteriak.
Mendengar teriakan Aline, teman-temannya langsung pergi
berbondong-bondong menuju kearahnya.
“Ada apa al ? kau bilang tadi ada monster. Dimana ?”
Tanya Zero.
“Um....i...itu. Itu monsternya.” Jawab Aline dengar
bergemetaran.
“Astaga. Jadi ini yang kau sebut dengan monster ?” Kata
Feti.
“Dia ini bukan monster. Ya, walaupun secara nyata dia
memang monster. Tapi dia bukan monster yang jahat kok. Iya kan teman-teman
?”Kata Vlouchi.
“Ya, ketahuilah dia adalah Kakek Yori. Dia sudah lama ada
di sini, dan sebenarnya bukan hanya dia monster pohon yang ada di sini. Jadi
jangan takut, dia adalah monster yang baik. Bahkan, ia sering membantu kita
dalam menghadapi musuh. Iya kan kek ?” Kata Zero menjelaskan pada Aline
diiringi dengan anggukan kepala dari Kakek Yori.
“Hai.....selamat datang di sini.” Kata Kakek Yori sambil
melambaikan tangan rantingnya pada Aline.
“Hai juga aku Aline salam kenal ya kakek.” Balas Aline
dengan tersenyum lebar kearah pohon tua itu.
“Salam kenal juga Aline.” Balas Kakek Yori dengan tersenyum
lebar.
Komentar