Langsung ke konten utama

Behind The Mirror Chapter 16


Di dalam rumah itu Karin menyuruh Aline untuk mengganti gaunnya dengan baju milik Karin. Hingga kemudian mereka bertiga tengah berkumpul di ruang keluarga Karin. Disana Kakek Karim memberi tahu Aline jika kini waktunya sudah dekat. Waktu untuk dunia cermin berperang dengan pasukan Medussa. Namun, tampak disana sedikit keraguan di wajah Aline. Ya, bagaimana tidak, ia baru saja disini. Bahkan, ia hanya mendapat pelatihan satu hari saja disana dan satu hari lagi bersama Sirius.
Namun, kini segala keraguan-keraguan itu sedikit demi sedikit telah terhapus dari setiap lekukan wajah Aline, setelah Kakek Karim menceritakan tentang perjalanan kakek buyutnya disini. Semua tentang kakek buyutnya diceritakan olehnya. Hingga kakek buyutnya itu harus dihadapkan peperangan dalam waktu seminggu ia berada di dunia cermin. Dan itu berarti, Aline masih beruntung masih bisa diberi kesempatan untuk melatih kekuatannya walau hanya sebentar.
“Kurasa kau sudah waktunya aku berikan ini. Karin, tolong ambilkan benda itu di meja.” Kata Kakek Karim sembari menunjuk ke arah sebuah meja yang terdapat di dapur.
“Terimakasih.” Kata Kakek Karim.
“Sama-sama.” Balasnya.
“Apa itu ?” Tanya Aline pada Kakek Karim seolah ingin tahu akan apa yang ada di dalam persegi panjang besar itu.
“Buka saja.” Perintah Kakek Karim.
“Sebuah pedang ? untuk apa kau berikan pedang ini padaku ?” Tanyanya terheran-heran.
“Sebenarnya itu adalah pedang sekaligus sebuah senjata yang menyerupai senapan angin. Tapi ini bukanlah senapan angin biasa. Senjata ini menggunakan laser untuk menembak  selain itu senjata ini juga menggunakan sihir untuk amunisinya. Sehingga benda ini tidak perlu amunisi. O ya, pedang ini juga sangat istimewa karena pedang ini dibuat dengan menggunakan setetes darah dari Burung Phoenix dan setetes darah dari Pegasus. Dan kau bisa melihat replika mereka di dalam kristal berbentuk bola yang diletakkan di dalam lubang pedang itu. Selain itu, kau bisa memanggil roh mereka sebagai robot untuk melindungimu.” Jelas Kakek Karim panjang lebar.
“Tapi aku sudah memiliki seekor anima.” Balas Aline.
Anima? Kapan kau memilikinya.” Kata Kakek Karim sambil melirik kearah Karin.
“Hehehe. Aku hanya coba membantu.” Kata Karin dengan cengiran lebar tak berdosa.
“Baiklah, itu terserah kau mau menggunakan mereka atau tidak. Karena, mereka dirancang untuk melakukan hal itu. Jika Sirius membutuhkan bantuan, maka panggillah mereka.”
“Bagaimana cara memanggil mereka ?”
“Hanya kau yang tahu caranya.”
“Baiklah, lalu siapa yang membuat senjata ini ?”
“Sebenarnya ini dari Blade, dia menyuruhku untuk memberikan ini padamu. Karena dia rasa kau sudah siap untuk menerimanya.”
“Kau tahu, jika kau ingin latihan maka kau bisa latihan di ruangan virtual. Dan itu sangat aman, daripada kau harus berlatih di luar, maka hal itu bisa membahayakan nyawamu.” Tambah Kakek Karim lagi.
Kemudian Karin membawa Aline ke dalam sebuah ruangan yang setiap ruangannya kini telah di penuhi oleh teknologi-teknologi canggih. Di ruangan itu, terdapat beberapa alat yang menyerupai kacamata. Dan kacamata itu berfungsi sebagai alat pelatih virtual 3D.  Kau seolah bisa mengalami semua kejadian yang telah disetting dalam kacamata itu.
Kini Karin memutuskan untuk meninggalkan Aline sendiri di tempat itu. Karena, ia harus segera menghadiri rapat pertemuan dengan para tetua Kota Divia.
“Al, aku tinggal kau disini dulu ya ?, aku harus menghadiri rapat penting. Hehehe.” Kata Karin sambil tertawa lebar.
“Hey, tunggu ! lalu bagaimana dengan keberadaanku di dunia nyata ?. Teman-temanku pasti akan mencariku. Dan tentunya aku sudah berjanji dengan kedua orangtuaku untuk kembali pulang. Jika aku disini maka.....”
“Sudahlah, kau tidak usah khawatir, semua itu sudah ditangani ! jika kau ingin tahu selengkapnya kau bisa tanya pada Kakek. Hehehehe. Sudah ya ! nikmati latihanmu disini. Hehehe.” Kata Karin yang kemudian langsung berlari keluar dari ruangan itu.
Kini sesosok gadis berambut pirang panjang itu telah pergi meninggalkan Aline sendiri di dalam sebuah ruangan serba canggih. Aline pun bingung harus melakukan apa. Ia berjalan mondar-mandir kesana kemari namun, tidak menemukan sesuatu untuk dilakukan. Hingga kemudian terbesit di pikirannya kala itu untuk mencoba alat virtual yang dibicarakan Karin. 
Ia pun berjalan perlahan menuju sebuah meja kecil yang diatasnya terdapat sebuah alat bak sebuah kacamata. Dengan gerakan pelan ia mengambil kacamata itu dan menimang-nimang. Ia memutar balikkan kacamata yang kini sudah berada di genggamannya. Untuk pertama kalinya ia bingung bagaimana untuk menggunakan alat itu. Hingga kemudian ia memutuskan untuk memakai kacamata itu. Dan secara tiba-tiba muncullah sebuah gambaran dari layar kacamata yang ia kenakan.Terdapat 3 buah menu pilihan yaitu advanture, sci-fi, dan horror. Kemudian jari telunjukknya ia arahkan pada sebuah tulisan yang bertuliskan sci-fi.
Secara tiba-tiba Aline berada di sebuah dunia yang sangat aneh. Dimana dunia itu sudah rusak parah. Banyak pepohonan tumbang, mayat-mayat tersebar dimana-mana. Dan sebuah besi tua raksasa mirip sebuah bangkai robot dan kapal terbang tergeletak dimana-mana. Terlihat dari kejauhan sebuah asap mengepul dan membumbung tinggi hingga ke angkasa. ‘Ini masih baru.’ Pikir Aline kala itu. Dalam dunia virtual itu ia melangkahkan kakinya perlahan. Tak didapatinya secuilpun nyawa yang masih tersisa dari berjuta-juta tubuh yang tidur tak berdaya.
Hingga kemudian sebuah serangan mendadak ia dapati dari sebuah kapal terbang yang terbang dengan kecepatan tinggi hampir menabrak Aline. Tanpa disadarinya pesawat itu melancarkan sebuah tembakan laser kearahnya. Refleks. Ia pun berlari sekencang mungkin. Tepat di depannya kala itu berdirilah sebuah robot raksasa yang telah bersiap untuk menghancurkan dirinya. Karena tak ada pilihan lain, Aline meninju robot itu sampai hancur berkeping-keping.
Satu jam telah berlalu, dan Aline masih saja berkutat dengan latihan virtualnya. Hingga akhirnya sebuah suara mengagetkannya dan membuat konsentrasinya hilang. Dan itu sukses membuat dirinya yang ada di dalam latihan virtual itu tertembak, dan akhirnya muncullah sebuah tulisan ‘GAME OVER’.
“Kau mengagetkanku !!!, cepat sekali kau kembali.”
“Apa katamu ? cepat ? ini sudah satu jam lebih. Ayo aku ajak kau ke Kakek Karim. Katanya kau ingin bertanya masalah tadikan ?” Kata Karin.
“Wahaha, tumben kau masih ingat ! hahahaha.” Kata Aline yang kemudian tangannya di tarik oleh Karin dan berlari menuju tempat dimana Kakek Karim berada. Dan seperti biasa Kakek Karim kini sedang berada di ruangan kerjanya.
“Kakek !” Seru Karin dari luar ruangan Kakek Karim.
“Masuk saja.” Balas Kakek itu yang kemudian diikuti oleh suara pintu yang terbuka ke samping.
“Um kek, Aline ingin bertanya padamu.”
“Bertanya apa ?”
“Karin bilang jika liburan ini aku harus disini untuk menyelesaikan latihanku. Dan aku bingung, lalu bagaimana dengan teman-temanku, dan keluargaku ?. Apakah mereka tidak curiga kalau aku tidak ada ? kan rasanya aneh kalau aku menghilang tiba-tiba.” Kata Aline.
“Hahaha. Kau tenang saja. Semua itu sudah diatur.”
“Diatur bagaimana ?” Tanya Aline penasaran.
“Ya, kami sudah mengirim sebuah boneka pengganti untukmu. Dia hanyalah sebuah roh peri hutan yang dimasukkan kedalam boneka yang dibuat menyerupai dirimu. Kami sudah mencarikan beberapa roh peri hutan yang memiliki kesamaan seperti dirimu. Walau tidak sepenuhnya mirip, dan itu sudah kami kirim ke dunia mu semenjak pesta dansa.” Jelas Kakek Karim.
“Bagaimana bisa......”
“Sudahlah. Sekarang kau kan sudah tahu jawabannya, dan sekarang kau ikut denganku !” Kata Karin sambil menarik tangan Aline.
“He ?, aduh hey Karin ! kau bisa pelan-pelan tidak sih !, santai sedikit tidak bisa ya ? sudah berapa kali kau perlakukan aku seperti ini, huh ?!” Bentak Aline seketika sembari melepaskan tangannya dari gengaman erat milik Karin.
“Hehehe maaf, bukan maksudku seperti itu.” Kata Karin tanpa rasa bersalah sedikit pun ditambah lagi dengan cengiran khas dirinya.
“Lalu maksudmu apa ?”
“Ah sudah lah, sekarang kita segera pergi ke markas. Seluruh Xerro sudah menunggumu disana.” Kata Karin.
Di dalam markas Xerro 14 seluruh anggota sudah berkumpul dan tengah memadati sebuah meja berbentuk oval panjang yang dipenuhi oleh beberapa kursi. Setelah gerbang besar itu tertutup rapat, kedua gadis pendatang itu langsung duduk di tempat mereka masing-masing dan langsung mengadakan rapat mereka.
“Ada apa kita semua dikumpulkan kemari ? apakah kalian ingin mengadakan rapat lagi ?” Tanya Aline membuka percakapan.
“Kita ingin persetujuanmu dan rencanamu.” Kata Zerro.
“Apa maksudnya ?” Tanya Aline semakin tak mengerti.
“Tadi para tetua sudah memutuskan untuk membawamu kembali kesini untuk menyempurnakan ilmumu. Dan untuk mengantisipasi serangan Medussa selanjutnya. Selain itu para tetua Kota Divia tidak ingin melibatkan orang-orangmu dalam masalah ini. Apalagi mereka sampai mengetahui portal penghubung dunia cermin dan duniamu. Medussa pasti akan berpikir untuk semakin memperlebar kekuasaannya.” Jelas Denis panjang lebar pada Aline.
“Lalu ?” Tanya Aline lagi.
“Kau akan tetap disini dan menerima pelatihanmu.” Jelas Cloud singkat.
“Ditambah lagi sebuah situasi darurat tengah disebar luaskan keseluruh penjuru kota jika Medussa sudah mulai bergerak. Walau tidak secara terang-terangan.” Tambah Cloud lagi.
“Ya, dan kudengar mereka menculik beberapa anak remaja dan anak kecil dari beberapa perguran yang ada di kota ini dan mencuci otak mereka dengan bualan-bualan mereka. Kejadian ini sama seperti kejadian 10 tahun yang lalu.” KataVlouchi membuka suara.
“Dan pastinya tujuan Medussa dan tentaranya kesini tidak hanya itu. Dia pasti ingin membunuh Raja Lucis yang sekarang, dan mengambil alih kekuasaanya. Kita harus bisa untuk mengantisipasi hal tersebut.” Kata Feti yang tengah duduk disamping Vlouchi.
Sudah 2 jam lamanya mereka membicarakan rapat ini namun tidak kunjung usai juga. Hingga jam telah menunjukkan pukul 11 malam waktu dunia cermin mereka semua memutuskan untuk mengakhiri rapat mereka.
aaa
Sepulang dari rapat itu, Aline langsung menjatuhkan tubuhnya diatas sebuah ranjang empuk milik kediaman Karin. Dan langsung memejamkan matanya sejenak. Sebelum akhirnya ia bersuara dan mengakatakan kepada gorden itu untuk menutup gordennya. Dan bertepuk tangan sebanyak dua kali seraya untuk mematikan lampunya. Setelah beberapa menit kemudian sosok gadis yang tengah berada di atas ranjang itu tengah menutupkan matanya rapat-rapat dan berhasil tertidur pulas.
Namun, ketika jam demi jam, menit demit menit hingga detik demi detik telah berlalu begitu cepat. Sebuah mimpi aneh layaknya 3 hari yang lalu, kini singgah untuk sementara di alam bawah sadarnya. Sebuah mimpi dimana ia melihat seluruh orang tengah berperang memperjuangkan sesuatu. Seluruh kota dan seisinya nampak porak poranda. Hingga ratusan korban berjatuhan.
Kemudian 2 buah bola matanya tanpa sengaja menangkap sesosok pria tua berjanggut putih panjang tengah mengenakan sebuah jubah berwarna merah keemasan sedang turun dari sebuah burung api legenda yang dinamakan Phoenix. Perlahan, kedua kaki rentanya berjalan kearah Aline. Hingga kemudian jari telunjuk lelaki tua itu menyentuh dahi Aline dengan perlahan.
“Aline. Kau sudah tumbuh dewasa rupanya. Dulu ketika aku terakhir kali aku melihatmu kau masih sekecil ini.” Kata lelaki tua itu sembari melepaskan jari telunjuknya dan membuat sebuah bulatan kecil dari jari-jemarinya itu.
“Tidakkah kau mengenaliku ?” Tanya lelaki tua itu.
Aline pun semakin mengernyitkan dahinya, pertanda ia tak mengerti apa yang dimaksud oleh lelaki tua berjanggut putih ini. Hingga pada akhirnya kedua matanya mengarah kepada sesosok burung api legenda raksasa yang disebut Phoenix itu. Sejenak ia berpikir. ‘Apakah itu Alexader ? kakek buyutku ?’. Kemudian ia pun tersadar akan siapa orang itu sebenarnya. Dan ya, akhirnya ia memantapkan pikirannya dan berkata bahwa sosok lelalki tua itu adalah kakek buyutnya.
“Kau....Alexander. Kau kakek buyutku.” Katanya setengah berbisik.
“Akhirnya kau menyadarinya. Aku kemari ingin meyakinkanmu sesuatu. Kau lihat ini ? ini adalah sebuah situasi dimana nantinya kau akan mengalaminya dalam waktu dekat. Dan ingatlah jika muncul sebuah kekuatan yang besar maka akan muncul pula sebuah tanggung jawab yang besar. Kekuatan itu digunakan untuk melindungi, tidak untuk menghancurkan. Kau bisa lihat orang berjubah hitam yang disana.” Kata Alexander sambil menunjuk seseorang berjubah hitam tengah menghantamkan halilintar pada seluruh orang yang menyerangnya.
“Siapa dia kek ?” Tanya Aline.
“Aku tidak tahu siapa dia, tapi nantinya kau akan mengetahuinya. Jangan pernah menyalahgunakan kekuatan besarmu layaknya orang yang disana itu. Kini kau sudah menjadi seorang pelindung baru dari Divia, menggantikanku. Dan kini kekuatan itu telah mengalir seluruhnya ditubuhmu.” Kata Alexander sembari menyetuh dahi Aline kembali untuk beberapa saat.
“Aku tak mengerti, apakah kejadian ini semua akan aku alami ?. Dan apakah ini penyerangan Medussa pada Kota Divia ?” Tanya Aline.
“Ya, kau benar. Itu semua akan kau alami dalam waktu dekat.”
“Lalu, bagaimana bisa aku mengalahkan Medussa. Aku, aku masih belum mahir untuk menggunakan kekuatan ini.”
“Kau akan menemukan jawaban itu sendiri. Hanya kau yang bisa melakukannya. Sekarang aku harus pergi.” Kata lelaki tua itu untuk yang terakhir kalinya sebelum akhirnya ia menghilang dengan perlahan terbawa oleh hembusan angin.
Sebuah layar besar yang berada tepat di depannya kala itu membunyikan sebuah suara musik seraya untuk membangunkan Aline yang kini tengah tertidur pulas diatas ranjangnya. Mendengar suara musik itu makin keras Aline malah semakin menutup telinganya dengan bantal dan melanjutkan tidurnya. Lalu layar itu tidak mau kalah oleh Aline. Hingga akhirnya sepasang lengan robot keluar dari samping kanan dan kiri layar itu dan mengguncang-guncangkan tubuh Aline yang masih tergeletak di atas ranjang.
Tersadar jika sesuatu tengah menyentuhnya, Aline pun bangun dan menggeliat bak seekor cacing. Ia mengucek-ngucek matanya dan melihat sebuah wajah emo kesal terpampang jelas di depan matanya. Kemudian layar yang kini berada di depannya itu berbicara padanya.
“Seharusnya kau sudah bangun ketika aku membunyikan alaram.”
“Ahhhh. Iya-iya, aku ini kan sudah bangun. Terimakasih sudah membangunkanku.” Kata Aline berbicara pada layar itu. Kemudian layar yang kini berada di hadapannya itu memasang sebuah wajah emo tersenyum.
“Sekarang aku mau mandi. Bodoh sekali aku berbicara dengan layar. Dia kan benda mati. Apa aku sedang mimpi ?” Bisik Aline pelan. Kemudian tanpa sadar sebuah tangan besar tengah memukul pantat Aline dengan kerasnya. ‘PLAK !’.
“Aduh. Apa yang kau lakukan ?”
“Aku bukan benda mati, tapi hidup.” Kata layar itu padanya.
“Ah iya-iya. Aku minta maaf.”  Kata Aline dengan cepat-cepat mengambil pakaiannya dan kemudian menjulurkan lidahnya seraya mengejek pada robot itu. Karena ia tidak mau mengambil resiko pantatnya akan dipukul lagi, Aline langsung berlari masuk kedalam kamar mandi dan langsung menutup pintunya.
Di ruang makan terlihat anak perempuan dari Kakek Karim tengah sibuk menyiapkan makan pagi bersama Karin dan sebuah robot android. Kini semuanya telah tertata rapi di atas meja setelah mendapat sentuhan terakhir beberapa piring yang diletakkan terbalik di atasnya. Sebuah suara menggelegar terpatul di setiap sudut-sudut ruangan memanggil nama Aline. Hingga kemudian turunlah sesosok gadis yang tengah dipanggil namanya itu. Namun sayang ketika ia akan turun dari lantai atas Aline harus terpeleset dari tangga dan jatuh tersungkur di atas lantai.
“Hahahahaha. Kau ini bagaimana sih ? masa’ begitu saja kau bisa jatuh ?” Ejek Karin sambil tertawa terbahak-bahak.
“Aduh. Sakit sekali. Huh, kau ini bagaimana sih ! ada temannya yang terjatuh malah ditertawakan !” Gerutu Aline pada Karin. Melihat tingkah mereka berdua anak dari Kakek Karim hanya bisa tersenyum pada mereka berdua.
Di sebuah tempat mereka latihan seperti biasa sudah nampak beberapa anggota Xerro yang tengah menunggu Aline dan Karin sambil berlatih. Terlihat beberapa diantara mereka yang berlatih dengan menggandakan diri mereka dan terlihat juga beberapa teman mereka yang tengah berlatih dengan anima miliknya. Ya, siapa lagi dia kalau bukan Feti dengan anima kucing rakasasa miliknya.
“Hey, kalian berdua lama sekali !” Seru Vlouchi sembari bangkit dari jatuhnya.
“Hehehe. Maaf, tadi kami sedikit mengalami masalah kecil.” Jelas Karin.
“Baiklah, tadi Guru Grey meminta kami untuk segera melatihmu. Karena ia tidak bisa melatihmu untuk sementara ini, karena ia harus menjalankan sebuah tugas dari tetua Divia.” Jelas Zero.
“Lalu siapa yang akan melatihku ?” Tanya Aline.
“Bagaimana kalau kau melawanku dan kawananku. Hitung-hitung kau bisa sekalian berlatih kan ?” Tawar seorang gadis berambut coklat pendek bertubuh tinggi yang biketahui bernama Rani yang kemudian mulai menggandakan dirinya.
“Ha ?” Kata Aline tebengong.
“Hahaha. Iya kau pasti tidak percayakan. Kemampuanku adalah menggandakan diri. Hahahaha, siap atau tidak kami datang !!!!” Kata mereka serempak pada kalimat terakhir dan mulai menyebar untuk mengepung dan menyerang Aline.
Melihat kini dirinya tengah terkepung oleh beberapa Rani disana. Aline pun langsung melarikan diri dengan menggunakan ‘flash’ miliknya. Namun, Rani tak mau kala begitu saja dengan Aline. Hingga Rani mengeluarkan sebuah sulur tanaman dari dalam tanah untuk mengikatnya. Dan sulur itu sukses membuat Aline terikat dengan erat. Terlebih lagi disana Rani menambahkan beberapa duri-duri di sulur tanaman tersebut. Dan hal itu sukses membuat Aline terluka kecil. Sehingga  hal itu mempermudah Rani untuk menyerangnya.
Karena dianggap sang lawan sudah tidak bisa berbuat apa-apa Rani dan kawanannya langsung menyerang Aline yang tengah terikat tak berdaya disana. Hingga kemudia Aline pun langsung mendapatkan sebuah ide untuk menggunakan kekuatan apinya untuk membebaskan dirinya. Sedetik kemudian Aline pun terbebas dari sulur-sulur yang menjerat dirinya. Kini seluruh tubuhnya tengah diselimuti oleh kobaran-kobaran api yang berwarna biru. Rani pun meninju Aline namun hal itu malah membuat klon Rani itu menghilang menjadi gumpalan-gumpalan asap putih.
Dan kini saatnya Aline untuk menyerang balik Rani. Namun, sesuatu menghambat Aline kala itu. Dimanakah Rani yang asli ?. Ia tidak bisa membakar semua Rani yang ada disini. Karena ia takut jika Rani yang asli akan terkena dan terbakar. Kemudian dengan pemikiran yang sederhana Aline langsung saja memukul kedua Rani yang ada di samping kanan dan kirinya tentunya dengan tengan masih dipenuhi oleh kobaran api biru.
Beberapa detik kemudian timbullah suara “POF” dan menghilanglah kedua Rani yang berada di samping kanan dan kirinya. Kini hanya tersisa 3 orang Rani yang ada di hadapannya. Berulang kali ia terkecoh oleh gerakan-gerakan lincah Rani dan kedua kawanannya. Namun, ia berhasil lolos. Hingga pada suatu ketika suatu kesempatan kosong berhasil dicuri oleh Aline untuk menghabisi ketiga Rani itu. Namun, ketika ia memukul salah satu Rani kedua Rani langsung menghilang begitu saja. Dan bertepatan saat itu juga sebuah tendangan dan pukulan dilancarkan pada Aline dan terjatuhlah dirinya diatas sebuah rerumputan hijau.
“Hah....huh....tak kusangka ternyata pukulanmu keras sekali. Kurasa rahang bawahku sedikit kesleo. Hahaha.” Kata Rani sambil duduk tersungkur dan mengusap darah yang menetes di bibirnya.
“Hehehe.Kau juga begitu. Tendanganmu juga keras sekali. Sampai-sampai membuat perutku sakit. Hahaha.” Balas Aline sambil tertawa khas dirinya.
Kemudian mereka semua berlarian kearah mereka berdua. Terlihat raut khawtir di wajah Karin dan Feti. Dengan menjulurkan tangan kanannya pada Aline. Feti langsung membantu mengangkat Aline setelah ia menggapai uluran  tangannya. Semua orang langsung berdiri mematung melingkari Aline yang tengah terhuyung-huyung berdiri. Semua menatapnya dengan pandangan khawatir.
“Kau tak apa ?” Tanya Denis seraya memberikan uluran tangannya kepada Aline.
“Tidak, aku tidak apa-apa. Terimakasih sudah membantuku berdiri.” Kata Aline agak sedikit terhuyung dari berdirinya.
“Maaf jika tendaganku tadi begitu keras.” Kata Rani.
“Aku juga minta maaf jika pukulanku membuat rahang bawahmu sedikit kesleo.” Balas Aline.
“Hahahaha. Ini sudah tidak apa-apa. Untung saja aku punya kekuatan air. Jadi, aku bisa membenahi sendiri rahang bawahku hahaha. Maaf sudah membuat dirimu khawatir.” Jelas Rani sambil tertawa geli.
“Apa ?!. Ah sudahlah lupakan saja. Aku tidak mau mengurusi hal sepele semacam itu.” Kata Aline yang kemudian langsung pergi meninggalkan padang rumput hijau nan luas dan langsung pergi bersandar pada sebuah pohon besar tidak jauh dari tempat ia bertarung bersama Rani.
Aline pun mulai menyandarkan punggungnya pada batang besar pohon tersebut. Ia meletakkan kedua tangannya dibelakang kepalanya. Itulah kebiasaanya ketika ia sedang lelah. Karin pun meneriakinya untuk kembali berlatih. Namun, hal itu tidak didengarkannya, dan ia hanya menganggap itu sebagai angin lalu saja. Ia masih saja asyik menikmati desiran-desiran angin yang sejuk kala itu. Ditambah lagi dengan suara gesekan-gesekan dedaunan dan ranting pohon yang bersatu padu membentuk sebuah harmonisasi irama yang sangat indah di telinga.
Tiba-tiba saja pohon itu bergerak perlahan menggoyang-goyangkan ranting serta batangnya. Namun, hal itu tidaklah diperdulikan oleh Aline karena ia sudah sangat kelelahan. Dan ia hanya menganggap hal itu sebagai efek tiupan angin pada pohon yang tengah ia sandari saat ini. Namun, semakin lama pohon itu semakin bergoyang dengan keras dan semakin merontokkan dedaunan-dedaunan kering miliknya. Hingga pada suatu ketika pohon besar itu menggerak-gerakkan rantingnya dan menyentuh hidung Aline untuk beberapa kali.
Aline hanya menganggap itu sebagai gangguan-gangguan kecil dari serangga-serangga sekitar. Sedikit demi sedikit pohon itu semakin menjadi-jadi. Hingga pada suatu saat terdengarlah suara yang berat di telinga Aline.
“Hohohoho. Haloooo.....” Kata suara itu.
“Ah...apa sih ! sudah kubilang aku ini sangat lelah !” Kata Aline sambil berusaha untuk menyingkirkan ranting-ranting itu dari wajahnya. Tapi, tanpa Aline sadari ranting itu malah menusuk-nusukkannya pada wajah Aline dan pada tubuh Aline yang lain.
“Ih ! ini apa sih ! kalin bisa .....” Kata Aline terpotong. Kemudian matanya terbelalak lebar ketika ia melihat suatu fenomena aneh. Dan hal itu tak lain dan tak bukan adalah sebuah pohon besar yang ia sandari memiliki wajah dan berkumis. Selain itu pohon itu berbicara kepadanya.
“Hai...” Kata pohon itu dengan suaranya yang berat.
“WAAAAA !!!!! ADA MONSTER !!!!” Teriak Aline sambil berdiri kaget.
“Ha ?! apa ? ada monster !!!!” Balas pohon itu dengan berteriak.
Mendengar teriakan Aline, teman-temannya langsung pergi berbondong-bondong menuju kearahnya.
“Ada apa al ? kau bilang tadi ada monster. Dimana ?” Tanya Zero.
“Um....i...itu. Itu monsternya.” Jawab Aline dengar bergemetaran.
“Astaga. Jadi ini yang kau sebut dengan monster ?” Kata Feti.
“Dia ini bukan monster. Ya, walaupun secara nyata dia memang monster. Tapi dia bukan monster yang jahat kok. Iya kan teman-teman ?”Kata Vlouchi.
“Ya, ketahuilah dia adalah Kakek Yori. Dia sudah lama ada di sini, dan sebenarnya bukan hanya dia monster pohon yang ada di sini. Jadi jangan takut, dia adalah monster yang baik. Bahkan, ia sering membantu kita dalam menghadapi musuh. Iya kan kek ?” Kata Zero menjelaskan pada Aline diiringi dengan anggukan kepala dari Kakek Yori.
“Hai.....selamat datang di sini.” Kata Kakek Yori sambil melambaikan tangan rantingnya pada Aline.
“Hai juga aku Aline salam kenal ya kakek.” Balas Aline dengan tersenyum lebar kearah pohon tua itu.
“Salam kenal juga Aline.” Balas Kakek Yori dengan tersenyum lebar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sebuah Kehidupan di Kolong Jembatan

Sebuah Kehidupan Di Kolong Jembatan By : Huwaida Najla Alaudina  Apakah kalian tahu bahwa sesungguhnya dunia ini begitu kejam, dan apakah kalian tahu bahwa disektar kalian masih banyak sesorang yang kelaparan dan sakit-sakitan. Mungkin kalian masih berpikir, bahwa dunia itu kini sudah tidak ada. Dan ya, memang seharusnya dunia yang seperti itu memang tidak ada. Tapi tidak bagi segelintir orang yang hanya memikirkan harta dan kekayaan dan tidak peduli dengan orang-orang disekitar. Kurasa itu sungguh amat sangat kejam. Aku ingin kalian tahu bahwa aku memang hidup di dunia seperti itu. Aku bukanlah seseorang yang beruntung seperti kalian yang hanya bisa mengandalkan uang dari orangtua dan menghambur-hamburkannya. Kalian tahu, betapa mirisnya sebuah kehidupan yang harusku jalani, mungkin kalian akan menganggap bahwa sebuah dunia yang aku tinggali bersama keluargaku merupakan sebuah dunia yang tidak layak. Dan memang kenyataannya seperti itu, aku tinggal di sebuah kolong jembatan

Papua ??? Yes, We Have Batik

Papua ??? Yes, We Have Batik by : Huwaida Najla Alaudina Hi guys, you met me again here, and of course with a lot more to know with me. Now, I would like to tell you about an interesting story about Papua. Well, you know about Papua, don’t you?. I believe all of you will nod your head, right ?. Ok, just to remind you. Papua is the largest province of Indonesia,  located in the center of the Papua island or the eastern part of West New Guinea (Irian Jaya). Eemmh… don’t you know that actually Papua has so many cultures ?. And one of them is Batik. Moreover, UNESCO has even declared Batik as an object of cultural heritage produced by Indonesia. So,  batik is not only  from Java island but also from the rest of Indonesia. We can find various kinds of Batik. Even Papua itself also has Batik as its cultural heritage. So, what is so distinctive of Papua’s Batik and that of  other ethnical batik ?. Ok, here I’ll tell you. It is clear enough that Papua’s Batik has different char

"Behind The Mirror" Chapter 5

aaa ”Em...Ica, Lia, aku ingin bicara sebentar pada kalian berdua.” Kata Aline tiba-tiba pada mereka berdua. ”Hn...katakan saja, nyam..nyam...” Balas Ica sembari mengunyah makanannya. ”A..., kau tahu entah kenapa akhir-akhir ini ada serentetan kejadian aneh yang menimpaku. Seperti....” Katanya terpotong oleh Lia. ”Seperti apa ?” Sahut Lia menerobos kalimat-kalimat Aline. ”Seperti, aku bermimpi tentang sesuatu yang sangat aneh sekali, dan dimimpiku aku bisa mengeluarkan api dari tubuhku. Dan keesokan harinya aku bisa mengeluarkan api itu, dan kau tahu kejadian 2 hari yang lalu ketika aku ada di lab kimia ?” ”Ya..., aku ingat tiba-tiba kertas yang ada di tanganmu terbakar kan? dan kupikir itu adalah sebuah kecelakaan biasa karena adanya reaksi kimia dari spiritus dan alkohol.” Kata Ica menambahkan. ”Eh, tunggu tapi bukankah pada saat itu, posisi Aline tidak berada di meja percobaan ?, diakan berada di meja di depan meja percobaan, dan dia sedang menulis, kan ?” Kata Lia b